Eliana
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
ISBN : 978-602-8987-04-2
Tebal : 518 Halaman
Rating Pribadi : 3,6 stars
Blurb :
Pernahkah kamu memperhatikan, siapa orang terakhir yang bergabung di meja makan? Orang yang terakhir menyendok sisa sayur, bahkan kadang kala kehabisan makanan di piring? Lantas siapa pula yang terakhir beranjak tidur, baru bisa memejamkan mata setalah memastikan anak-anaknya tidur?
Ia selalu menjadi yang terakhir dalam setiap urusan. Dan ia pula yang selalu menjadi yang pertama dalam urusan lainnya. Ia yang pertama bangun. Ia yang pertama memberskan rumah. Ia yang pertama ada saat anak-anaknya sakit, terluka, dan membutuhkannya. Tidakkah kau memperhatikannya?
"Jangan pernah membenci mamak kau, Eliana. Karena kalau kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahwa belum sepersepuluh dari semua pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian."
Begitu buku sampai di rumah, hal pertama yang kulakukan adalah membaca blurb mereka satu per satu. Buku ini bukan fantasi, bahkan lebih ke slice of life yang mengambil kisah anak-anak sederhana dari salah satu kampung di indonesia. Tapi, toh aku tetap senang dan tidak sabar membaca petualangan mereka. Entahlah ... aku suka melihat hubungan kakak-beradik, terutama yang akur dan kompak. Mungkin karena hubunganku dengan adik 13 tahun-ku tidak terlalu bagus. Kami gelud setiap saat.
Informasi pada blurb mengatakan, Eliana adalah anak pertama mamak, sebagai orang yang menjunjung tinggi orang tua, maka aku memutuskan untuk memulai buku ini dari Eliana. Seperti kebiasaan awal, mari kita menganalisis sampul buku Eliana, yang menurutku agak menyeramkan. Apa itu? Air bah? Tsunami? Sampe truk jungkir balik begitu, lalu Eliana sedang berdiri di atas pohon, ketakutan menatap bencana alam di bawahnya.
Yap ... buku ini sangat mencekam dengan nuansa hujan di pegunungan serta air bah yang menghanyutkan truk. Kira-kira petualangan apa yang sedang dihadapi oleh anak Sulung mamak ini? Tanpa banyak basa-basi lagi, marilah kita mulai masuk ke dalam buku. Whusshh!!!
Penerbit : Republika
ISBN : 978-602-8987-04-2
Tebal : 518 Halaman
Rating Pribadi : 3,6 stars
Blurb :
Pernahkah kamu memperhatikan, siapa orang terakhir yang bergabung di meja makan? Orang yang terakhir menyendok sisa sayur, bahkan kadang kala kehabisan makanan di piring? Lantas siapa pula yang terakhir beranjak tidur, baru bisa memejamkan mata setalah memastikan anak-anaknya tidur?
Ia selalu menjadi yang terakhir dalam setiap urusan. Dan ia pula yang selalu menjadi yang pertama dalam urusan lainnya. Ia yang pertama bangun. Ia yang pertama memberskan rumah. Ia yang pertama ada saat anak-anaknya sakit, terluka, dan membutuhkannya. Tidakkah kau memperhatikannya?
"Jangan pernah membenci mamak kau, Eliana. Karena kalau kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahwa belum sepersepuluh dari semua pengorbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian."
MENGANDUNG SPOILER!!!
A. Kakak-beradik Ala Tere Liye
Izinkan aku berdongeng sejenak tentang bagaimana aku bertemu Eliana. Aku menemukan Eliana, berserta ketiga adiknya sekaligus, ketika sedang melihat-lihat toko buku online. Mereka dibuat satu paket gitu, dengan sampul yang seragam menggambarkan petualangan mereka masing-masing. Dengan begitu saja aku sudah berbinar-binar. Kira-kira mereka tipe kakak-beradik yang seperti apa, ya? Tanpa pikir panjang, aku langsung memesan keempatnya dengan harga yang lumayan mahal T_T. Aku yakin itu worth it karena bisa mendapatkan 4 buku sekaligus.Begitu buku sampai di rumah, hal pertama yang kulakukan adalah membaca blurb mereka satu per satu. Buku ini bukan fantasi, bahkan lebih ke slice of life yang mengambil kisah anak-anak sederhana dari salah satu kampung di indonesia. Tapi, toh aku tetap senang dan tidak sabar membaca petualangan mereka. Entahlah ... aku suka melihat hubungan kakak-beradik, terutama yang akur dan kompak. Mungkin karena hubunganku dengan adik 13 tahun-ku tidak terlalu bagus. Kami gelud setiap saat.
Informasi pada blurb mengatakan, Eliana adalah anak pertama mamak, sebagai orang yang menjunjung tinggi orang tua, maka aku memutuskan untuk memulai buku ini dari Eliana. Seperti kebiasaan awal, mari kita menganalisis sampul buku Eliana, yang menurutku agak menyeramkan. Apa itu? Air bah? Tsunami? Sampe truk jungkir balik begitu, lalu Eliana sedang berdiri di atas pohon, ketakutan menatap bencana alam di bawahnya.
Yap ... buku ini sangat mencekam dengan nuansa hujan di pegunungan serta air bah yang menghanyutkan truk. Kira-kira petualangan apa yang sedang dihadapi oleh anak Sulung mamak ini? Tanpa banyak basa-basi lagi, marilah kita mulai masuk ke dalam buku. Whusshh!!!
B. Ngomongin Anu
Ternyata menghormati orang yang lebih tua tidak membuatku dapat imbalan. Begitu membuka sampul, lembar pertama aku langsung disuguhkan dengan tajuk SERIAL ANAK-ANAK MAMAK. BUKU-4. Tunggu sebentar ... APHA?! Jadi Eliana--SI SULUNG--bukan buku pertama? Maksudmu apa Tere Liye? ha? ha? ha?Saat itu juga aku langsung mengecek lembar awal setiap buku ini, dan coba tebak ... TIDAK ADA INFORMASI SIAPA BUKU PERTAMA! Setelah meringkuk tak tahu arah selama beberapa puluh menit, aku pun memutuskan untuk tetap memulai semua ini dengan Eliana. Semoga saja buku ini bukan cerita bersambung yang harus berurutan (cross finger)
Dan ... doaku benar terkabul (Apakah ini imbalan menghormati orang tua?). Buku Eliana menceritakan tentang petualangan ala Eliana si anak sulung yang pemberani. Dia adalah kakak yang galak, disiplin, pemberani, bijak, mandiri, dan keibuan. Oh ho ho ho, aku seperti melihat diriku sendiri dalam diri Eliana, (kecuali bagian disiplin, pemberani, mandiri, bijak, dan keibuannya ... ya, memang cuma galaknya.)
Buku ini lumayan panjang, dan isinya padat dengan nilai pembelajaran, nilai kehidupan, juga bagaimana, sih, sudut pandang seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang pemberani juga pemberontak. Aku suka banget adegan saat Eliana kabur dari rumah karena lalai menjaga adik-adiknya. Itu sangat real, dan aku juga pernah merasakan itu, aku rasa setiap kakak pernah merasakan itu. Lalu adegan so sweet antara ibu dan anak pun terjadi. Sungguh cerita yang menyentuh kalbu T_T.
Ada pula kisah lucu, menegangkan, romantis, sedih, bahkan menakutkan di buku ini. Isinya benar-benar padat, membuat kita tidak sabar menunggu ada apa lagi, nih, di kisah selanjutnya. Hal yang kurang aku nikmati dalam buku ini adalah chemistry antara Eliana dengan adik-adiknya. Rasa-rasanya mereka semua tidak terlalu akrab. Apa lagi Eliana selalu serius, lain dengan adik-adiknya yang agak konyol.
Peran mereka dalam buku ini benar-benar kurang, misalnya Amelia selalu digambarkan polos karena dia anak bungsu, Pukat dan Burlian digambarkan selalu bersama, dan menceletukkan sesuatu yang konyol. Memang sih ini kisah Eliana, tapi bukankah sebagai sesama tokoh utama mereka setidaknya juga menunjukkan kasih sayang antar kakak-beradik? Yang aku temukan di sini malah seolah Burlian, Pukat, dan Amelia bersekongkol untuk membenci kakaknya. Hiiiyy!!!
Satu hal lagi ... aku selalu merasa aneh ketika semua orang (seringnya Burlian) memuji Pukat dengan sebutan anak cerdas. Helloow ... oke-oke aku tahu kamu ini cerdas, tapi mbok ya jangan disebutin terus dongs! Mau menghina aku yang kurang cerdas, hah? Namun, di samping semua itu, aku enjoy membaca ini sampai habis, meskipun membutuhkan waktu cukup lama.
Cerita ini berisi banyak sekali kalimat-kalimat langsung yang bijak, bisa dibilang nasehat-nasehat orang tua yang bisa dijadikan quotes. Memang Tere Liye deh ahlinya quotes. Prise the lord. Nggak heran banyak orang upload poto make caption quotes dari buku Tere Liye, padahal mereka mungkin nggak pernah baca bukunya. (HAHAHA you think i don't know!?) Hey!!! Kenapa malah julid!
Kesan pertama membaca Eliana, ya ... cukup bagus, meskipun akan terlalu membosankan jika dibaca berulang-ulang, kisahnya cukup memorable, gampang dihapalkan. Kenapa aku bilang cukup lama membaca buku ini? Ya, karena ada beberapa lembar yang terlalu bertele-tele sampai membuatku harus beristirahat sejenak karena kelelahan (ya ... aku tahu aku ini lemah!)
Apakah aku akan melanjutkan serial ini? Oh hell yeah! Apa yang sudah dimulai harus diakhiri! Apa lagi kisah ini adalah kisah menarik yang sederhana. Bahkan beberapa adegan di dalam kisah ini pernah kita alami sendiri. Bacaan yang fun dan tidak perlu banyak berpikir. Meskipun ada beberapa halaman yang seolah sengaja di buat agar buku mnejadi lebih tebal.
Yap, mungkin segitu dulu review kali ini. Aku akan lanjut membaca Pukat di review selanjutnya. Semoga review ini bisa membantu kalian (dalam hal apa saja huahaha) Sampai jumpa di review berikutnya ^O^/
Dan ... doaku benar terkabul (Apakah ini imbalan menghormati orang tua?). Buku Eliana menceritakan tentang petualangan ala Eliana si anak sulung yang pemberani. Dia adalah kakak yang galak, disiplin, pemberani, bijak, mandiri, dan keibuan. Oh ho ho ho, aku seperti melihat diriku sendiri dalam diri Eliana, (kecuali bagian disiplin, pemberani, mandiri, bijak, dan keibuannya ... ya, memang cuma galaknya.)
Buku ini lumayan panjang, dan isinya padat dengan nilai pembelajaran, nilai kehidupan, juga bagaimana, sih, sudut pandang seorang anak perempuan berusia 12 tahun yang pemberani juga pemberontak. Aku suka banget adegan saat Eliana kabur dari rumah karena lalai menjaga adik-adiknya. Itu sangat real, dan aku juga pernah merasakan itu, aku rasa setiap kakak pernah merasakan itu. Lalu adegan so sweet antara ibu dan anak pun terjadi. Sungguh cerita yang menyentuh kalbu T_T.
Ada pula kisah lucu, menegangkan, romantis, sedih, bahkan menakutkan di buku ini. Isinya benar-benar padat, membuat kita tidak sabar menunggu ada apa lagi, nih, di kisah selanjutnya. Hal yang kurang aku nikmati dalam buku ini adalah chemistry antara Eliana dengan adik-adiknya. Rasa-rasanya mereka semua tidak terlalu akrab. Apa lagi Eliana selalu serius, lain dengan adik-adiknya yang agak konyol.
Peran mereka dalam buku ini benar-benar kurang, misalnya Amelia selalu digambarkan polos karena dia anak bungsu, Pukat dan Burlian digambarkan selalu bersama, dan menceletukkan sesuatu yang konyol. Memang sih ini kisah Eliana, tapi bukankah sebagai sesama tokoh utama mereka setidaknya juga menunjukkan kasih sayang antar kakak-beradik? Yang aku temukan di sini malah seolah Burlian, Pukat, dan Amelia bersekongkol untuk membenci kakaknya. Hiiiyy!!!
Satu hal lagi ... aku selalu merasa aneh ketika semua orang (seringnya Burlian) memuji Pukat dengan sebutan anak cerdas. Helloow ... oke-oke aku tahu kamu ini cerdas, tapi mbok ya jangan disebutin terus dongs! Mau menghina aku yang kurang cerdas, hah? Namun, di samping semua itu, aku enjoy membaca ini sampai habis, meskipun membutuhkan waktu cukup lama.
Cerita ini berisi banyak sekali kalimat-kalimat langsung yang bijak, bisa dibilang nasehat-nasehat orang tua yang bisa dijadikan quotes. Memang Tere Liye deh ahlinya quotes. Prise the lord. Nggak heran banyak orang upload poto make caption quotes dari buku Tere Liye, padahal mereka mungkin nggak pernah baca bukunya. (HAHAHA you think i don't know!?) Hey!!! Kenapa malah julid!
C. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan Eliana- Padat berisi kisah-kisah Ddan pastinya penuh dengan amanat di setiap kisahnya.
- Banyak petualangan seru yang digambarkan dengan epik, membuat para pembaca ikut tegang, sekaligus penasaran karena cara penyampaian ceritanya yang penuh misteri.
- Sifat Eliana yang sulung banget, dan reletable dengan anak-anak sulung yang punya adik-adik bandel. Juga keberaniannya yang bukan hanya tempelan. Aku sendiri nggak akan berani macam-macam sama Eliana kalau dia benar ada di sekolahku.
- Tentuntya Quotes-quotes kece yang bisa dijadikan kepsyen.
- Meskipun penuh Quotes kece, amanat yang di sampaikan buku ini terlalu tersurat. Semuanya disampaikan oleh orang-orang tua sebagai sebuah nasehat. Mungkin karena sebenarnya buku ini dikhususkan utnuk pembaca pra-remaja (12-15 tahun) agar mereka mengerti apa amanat yang disampaikan. Tapi malah manusia sepertiku yang 20 tahunan yang demen.
- Seperti yang kukatakan di atas. Aku agak kecewa dengan chemistry antar Eliana dan adik-adiknya. Kurang naturan, dan kurang menyentuh hati. Tidak kelihatan mereka kakak-adik, malah kayak anak-anak asing yang kebetulan tinggal serumah.
- Dialog yang kurang natural, selain nasehat quotesable dari para orang tua, nggak ada yang berkesan.
D. Penutup
Ternyata Eliana adalah pembuka yang bagus, fyuuh! Hampir saja aku galau karena tidak tahu harus mulai dari mana, ternyata Om Tere Liye berbaik hati dengan tidak membuat buku ini bersambung. Dan ... hal yang membuatku senang adalah, aku sudah membeli keempat serinya, aku tahu semuanya seragam, dan bisa kupamerkan ke orang-orang. Ho-ho-ho ... jangan sampai si Om ganti tema sampul!Kesan pertama membaca Eliana, ya ... cukup bagus, meskipun akan terlalu membosankan jika dibaca berulang-ulang, kisahnya cukup memorable, gampang dihapalkan. Kenapa aku bilang cukup lama membaca buku ini? Ya, karena ada beberapa lembar yang terlalu bertele-tele sampai membuatku harus beristirahat sejenak karena kelelahan (ya ... aku tahu aku ini lemah!)
Apakah aku akan melanjutkan serial ini? Oh hell yeah! Apa yang sudah dimulai harus diakhiri! Apa lagi kisah ini adalah kisah menarik yang sederhana. Bahkan beberapa adegan di dalam kisah ini pernah kita alami sendiri. Bacaan yang fun dan tidak perlu banyak berpikir. Meskipun ada beberapa halaman yang seolah sengaja di buat agar buku mnejadi lebih tebal.
Yap, mungkin segitu dulu review kali ini. Aku akan lanjut membaca Pukat di review selanjutnya. Semoga review ini bisa membantu kalian (dalam hal apa saja huahaha) Sampai jumpa di review berikutnya ^O^/
Comments
Post a Comment