Pukat
Judul : Pukat
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika
ISBN : 978979110273-5
Tebal : 344 Halaman
Rating Pribadi : 3,4 Stars
Blurb :
"Mamak benci pada Pukat!"
"Oi, kau keliru, Pukat. Dengarkan Bapak, tidak ada seorang pun Mamak di atas muka bumi ini yang membenci anaknya sendiri, darah-dagingnya sendiri. Bukankah kau pandai mengkait-kaitkan banyak hal? Kau juga pandai mengartikan banyak hal. Nah, artikan sendiri makna darah-daging itu."
Bapak benar. Aku mulai menyadari di antara demam panas dan gigil tubuh, betapa sabar dan lembutnya Mamak menyentuh dahiku, memastika aku baik-baik saja. Mengurus kotoranku, muntahku, tanpa meninggalkan kewajibannya yang lain sebagai seorang ibu. Itulah Mamakku.
Entah sudah berapa juta butir nasi dan ratus ribu gelas air yang disiapkan selama sepuluh tahun kehidupanku. Penuh kasih sayang, tanpa berharap imbalan selain doa agar kami tumbuh menjadi anak yang baik. Terlebih lagi, saat kami sakit seperti yang kurasakan sekarang. Bagaimana mungkin aku menuduh Mamak benci padaku, tidak sayang lagi? Maafkan Pukat, Mak, sungguh.
Yang sudah, ya sudah! Toh aku kepalang baca Eliana alias si sulung, jadi aku memutuskan tetap pada urutan umur. Bukan masalah besar, ya, kan? (ngunyah kunci inggris) Nah, sekarang mari kita teliti bagaimana sampul anak kedua Mamak Siti, Pukat. Hmmm ... pertama aku membaca kata Pukat, aku langsung terbayang pukat harimau. Alat menangkap ikan yang ilegal itu loh! HA-HA-HA ternyata bukan.
Pukat di sini mengandung kata pekat, alias gelap(?) sepertinya. Kenapa dibilang begitu? I don't even know! Dia anak kedua Mamak, umurnya 10 tahun, lebih muda dua tahun dari Eli berarti. Sampul buku ini menurutku temanya kurang jelas. Latar masih pegunungan, tapi sangat gelap, mungkin malam hari, tapi aku segera melihat bulan/matahari yang kelihatan aneh itu. Mungkin gerhana?
Yang bikin heran adalah, itu si Pukat ngapain di atas genteng pas lagi gerhana? Pengen liat fenomena itu lebih dekat? Duh, duh, duh, kalau dia tahu radiasi sinar saat gerhana bisa merusak mata, pasti dia lebih milih stay di tanah, nonton dari jauh. Tunggu dulu ... dia kan pintar, kenapa hal begini aja nggak tahu. Ekhem. Yah ... namanya juga anak-anak, apa lagi dia laki. Suka nggak jelas tingkahnya. Apa kira-kira petualangan Pukat? Mari kita langsung membacanya.
Yang aku suka di sini masih sama, Tere Liye tahu betul menggambarkan sebuah tokoh. Mentang-mentang Pukat pintar, dia tidak lantas jadi kesayangan guru atau terlampau dermawan, atau baik hati dan tidak sombong dan tamvan (tunggu dulu ... ini bukan cerita Wattpad! Tentu saja penokohannya bagus!) Biarpun pintar, dia itu bebal, bandel, gegabah, nekad, kadang jadi biang kenakalan yang membuat adik-adiknya (seringnya Burlian) ikut kena amuk Mamak.
Di sini juga ada kisah sedih yang membuat kita mengelus dada saking tidak menyangkanya, atau saking terharunya. Terutama bab "Seberapa Besar Cinta Mamak". Betul ... di buku Pukat baru ada daftar isi, dan aku bahkan tidak menyadarinya sejak buku Eliana. Kisah buku ini juga penuh dengan teka-teki yang mungkin ingin menunjukkan seberapa pintarnya Pukat, karena selain teka-teki itu, kepintara Pukat tidak ditunjukan dengan tindakan, malah seringnya diucapkan oleh orang-orang.
"Kamu anak cerdas" lah, "kamu pintar sekali" lah "kamu memang pintar dan cerdas" lah. Ekhem, iya ... tahu dia anak pintar, tapi pliss lah nggak usah diucapkan terus, kasihanilah aku yang tidak pintar ini T_T. Dia memang lain dari adik-adiknya yang paling suka bertanya daripada berpikir, tapi kalau soal itu, sih, sepertinya Eliana juga sama, dia tidak banyak bertanya dan lebih suka berpikir, jadi apa yang membuat Pukat istimewa?
Oh, satu hal lagi, yang mungkin sedikit spoiler (dari tadi juga spoiler), semua teka-teki yang seharusnya dipecahkan oleh Pukat, tidak akan dibicarakan secara gamlang, bahkan sebuah twist terjadi di akhir halaman dan Pukat malah ngatain kita sebelas-dua belas sama Burlian yang terlalu sering bertanya. (jahat nian kau T_T) , Dia juga bilang untuk meneliti terlebih dahulu daripada bertanya, coba rangkai setiap kejadian dan simpulkan.
Well, untukku yang membaca dari awal saja sudah ngacak, mungkin agak susah melakukan itu, hey Pukat! Tapi aku tidak akan ambil pusing, miracle happened everytime, right? (tolong iya-in supaya aku nggak depresi nyari alesan kenapa anak itu idup!). Satu lagi, (beneran satu lagi kok, he-he) Aku kurang suka ending-nya yang terlampau cepat, skip-nya jauh banget, bro. Tapi toh ada penjelasan singkat, i can eccept that.
Aku menyarankan begitu agar kalian tidak kebingungan seperti aku, apa lagi ketika membaca buku Pukat yang seolah merendahkan kita karena tidak tahu jawaban dari teka-tekinya T_T. Untukku, ya ... ibaratnya 'sudah basah, sekalian saja mandi' Aku sudah terlanjur salah sejak awal, ya ... lanjutkan saja. Buku berikutnya yang akan aku bahas adalah Burlian. Sesuai urutan umur, Cin!
Jujur saja perasaanku selalu aneh kalau membaca buku ini. Aku suka, tapi ada bagian kecil hatiku yang tidak suka. Seperti sebuah kenyataan yang tidak sesuai ekspetasi gitu. But! We must go on! Mari kita lanjutkan serial Anak-anak Mamak ini sampai tuntas!
Sekian dulu review kali ini. Sampai jumpa di kesempatan selanjutnya ^O^/
Penerbit : Republika
ISBN : 978979110273-5
Tebal : 344 Halaman
Rating Pribadi : 3,4 Stars
Blurb :
"Mamak benci pada Pukat!"
"Oi, kau keliru, Pukat. Dengarkan Bapak, tidak ada seorang pun Mamak di atas muka bumi ini yang membenci anaknya sendiri, darah-dagingnya sendiri. Bukankah kau pandai mengkait-kaitkan banyak hal? Kau juga pandai mengartikan banyak hal. Nah, artikan sendiri makna darah-daging itu."
Bapak benar. Aku mulai menyadari di antara demam panas dan gigil tubuh, betapa sabar dan lembutnya Mamak menyentuh dahiku, memastika aku baik-baik saja. Mengurus kotoranku, muntahku, tanpa meninggalkan kewajibannya yang lain sebagai seorang ibu. Itulah Mamakku.
Entah sudah berapa juta butir nasi dan ratus ribu gelas air yang disiapkan selama sepuluh tahun kehidupanku. Penuh kasih sayang, tanpa berharap imbalan selain doa agar kami tumbuh menjadi anak yang baik. Terlebih lagi, saat kami sakit seperti yang kurasakan sekarang. Bagaimana mungkin aku menuduh Mamak benci padaku, tidak sayang lagi? Maafkan Pukat, Mak, sungguh.
MENGANDUNG SPOILER!!!
A. Si Pintar (Yang ternyata buku ke-3)
Sesi mendongeng kali ini adalah sebuah fakta, fakta mencengangkan yang memberi tahu bahwa buku pukat adalah buku ketiga, yap ... secara teknis aku sudah ngaco betul membaca buku ini sejak awal. Aku juga baru tahu kalau burlian adalah buku kedua. Jadi, kesimpulannya kalau burlian adalah buku kedua, dan Pukat buku ketiga, sedangkan Eliana buku keempat, maka Amelia adalah buku pertama, tapi terbit terakhir, jadi ... SIAPA YANG PERTAMA!!! Sungguh aku pusing syekali! Sebagai penderita semi-OCD, aku paling nggak suka ya diginiin! Aku harus baca sesuai petunjuk penulis? Sesuai umur tokoh? Atau sesuai tahun terbit? (Lompat dari lantai 10).Yang sudah, ya sudah! Toh aku kepalang baca Eliana alias si sulung, jadi aku memutuskan tetap pada urutan umur. Bukan masalah besar, ya, kan? (ngunyah kunci inggris) Nah, sekarang mari kita teliti bagaimana sampul anak kedua Mamak Siti, Pukat. Hmmm ... pertama aku membaca kata Pukat, aku langsung terbayang pukat harimau. Alat menangkap ikan yang ilegal itu loh! HA-HA-HA ternyata bukan.
Pukat di sini mengandung kata pekat, alias gelap(?) sepertinya. Kenapa dibilang begitu? I don't even know! Dia anak kedua Mamak, umurnya 10 tahun, lebih muda dua tahun dari Eli berarti. Sampul buku ini menurutku temanya kurang jelas. Latar masih pegunungan, tapi sangat gelap, mungkin malam hari, tapi aku segera melihat bulan/matahari yang kelihatan aneh itu. Mungkin gerhana?
Yang bikin heran adalah, itu si Pukat ngapain di atas genteng pas lagi gerhana? Pengen liat fenomena itu lebih dekat? Duh, duh, duh, kalau dia tahu radiasi sinar saat gerhana bisa merusak mata, pasti dia lebih milih stay di tanah, nonton dari jauh. Tunggu dulu ... dia kan pintar, kenapa hal begini aja nggak tahu. Ekhem. Yah ... namanya juga anak-anak, apa lagi dia laki. Suka nggak jelas tingkahnya. Apa kira-kira petualangan Pukat? Mari kita langsung membacanya.
B. Ngomongin Anu
Kisah pukat diawali dengan pengalamannya bersama sang bapak dan Burlian di dalam kereta. Cerita ini langsung menonjolkan betapa pintarnya Pukat, yang menurutku memang pintar, tapi agak nggak masuk akal? Aku kurang bisa aja membayangkan bagaimana dia melakukan segala tindakan itu. Ups, atau jangan-jangan aku kurang pintar? Lanjut. Masih sama seperti Eliana, kisah Pukat bercerita tentang keseharian anak-anak dengan segala tingkah nakalnya.Yang aku suka di sini masih sama, Tere Liye tahu betul menggambarkan sebuah tokoh. Mentang-mentang Pukat pintar, dia tidak lantas jadi kesayangan guru atau terlampau dermawan, atau baik hati dan tidak sombong dan tamvan (tunggu dulu ... ini bukan cerita Wattpad! Tentu saja penokohannya bagus!) Biarpun pintar, dia itu bebal, bandel, gegabah, nekad, kadang jadi biang kenakalan yang membuat adik-adiknya (seringnya Burlian) ikut kena amuk Mamak.
Di sini juga ada kisah sedih yang membuat kita mengelus dada saking tidak menyangkanya, atau saking terharunya. Terutama bab "Seberapa Besar Cinta Mamak". Betul ... di buku Pukat baru ada daftar isi, dan aku bahkan tidak menyadarinya sejak buku Eliana. Kisah buku ini juga penuh dengan teka-teki yang mungkin ingin menunjukkan seberapa pintarnya Pukat, karena selain teka-teki itu, kepintara Pukat tidak ditunjukan dengan tindakan, malah seringnya diucapkan oleh orang-orang.
"Kamu anak cerdas" lah, "kamu pintar sekali" lah "kamu memang pintar dan cerdas" lah. Ekhem, iya ... tahu dia anak pintar, tapi pliss lah nggak usah diucapkan terus, kasihanilah aku yang tidak pintar ini T_T. Dia memang lain dari adik-adiknya yang paling suka bertanya daripada berpikir, tapi kalau soal itu, sih, sepertinya Eliana juga sama, dia tidak banyak bertanya dan lebih suka berpikir, jadi apa yang membuat Pukat istimewa?
Oh, satu hal lagi, yang mungkin sedikit spoiler (dari tadi juga spoiler), semua teka-teki yang seharusnya dipecahkan oleh Pukat, tidak akan dibicarakan secara gamlang, bahkan sebuah twist terjadi di akhir halaman dan Pukat malah ngatain kita sebelas-dua belas sama Burlian yang terlalu sering bertanya. (jahat nian kau T_T) , Dia juga bilang untuk meneliti terlebih dahulu daripada bertanya, coba rangkai setiap kejadian dan simpulkan.
Well, untukku yang membaca dari awal saja sudah ngacak, mungkin agak susah melakukan itu, hey Pukat! Tapi aku tidak akan ambil pusing, miracle happened everytime, right? (tolong iya-in supaya aku nggak depresi nyari alesan kenapa anak itu idup!). Satu lagi, (beneran satu lagi kok, he-he) Aku kurang suka ending-nya yang terlampau cepat, skip-nya jauh banget, bro. Tapi toh ada penjelasan singkat, i can eccept that.
C. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan Pukat- Lain dari buku Eliana yang interaksinya kaku dengan keluarga, Pukat lebih banyak interaksi, bukan hanya dengan Burlian, tapi dengan yang lain juga.
- Banyak adegan lucu yang bikin geleng-geleng kepala di sini, terutama bab yang ada ait-ait nya.
- Banyak amanat yang disampaikan dalam buku ini, khas Tere Liye, tentunya banyak juga quotes-quotes yang bisa dicolong.
- Kebijaksanaan tokoh Bapak di sini bikin iri! (pengen juga punya bapak kayak gitu T_T)
- Ada beberapa adegan yang terlalu dipaksakan. Seolah adegan itu sengaja ditambahkan hanya supaya ada yang memuju Pukat pandai segala macem.
- Beberapa twist yang memaksa untuk jadi misterius. Ya mungkin karena aku terlalu malas mencari tahu, tapi aku memang nggak mau mnecari tahu apa itu, takut-takut kecewa dan malah nyebut (yah, cuma gitu doang?)
- Beberapa dialog sangat kaku antara Pukat dan teman-temannya. Aku nggak terlalu tahu bagaimana cara orang-orang Sumatera berbincang, tapi sepertinya nggak sebaku itu, kan?
D. Penutup
Aku ingin menyarankan pada kalian untuk mengikuti alur yang ditetapkan penulis untuk membaca buku ini. Pertama bacalah Burlian, lalu Pukat, lanjut ke Eliana, dan terakhir Amelia, yang disebutkan buku pertama meskipun terbit terakhir. Karena aku sudah membeli buku ini sekaligus, malas mencari tahu, dan kurang teliti, jadilah urutan membacaku kacau-balau.Aku menyarankan begitu agar kalian tidak kebingungan seperti aku, apa lagi ketika membaca buku Pukat yang seolah merendahkan kita karena tidak tahu jawaban dari teka-tekinya T_T. Untukku, ya ... ibaratnya 'sudah basah, sekalian saja mandi' Aku sudah terlanjur salah sejak awal, ya ... lanjutkan saja. Buku berikutnya yang akan aku bahas adalah Burlian. Sesuai urutan umur, Cin!
Jujur saja perasaanku selalu aneh kalau membaca buku ini. Aku suka, tapi ada bagian kecil hatiku yang tidak suka. Seperti sebuah kenyataan yang tidak sesuai ekspetasi gitu. But! We must go on! Mari kita lanjutkan serial Anak-anak Mamak ini sampai tuntas!
Sekian dulu review kali ini. Sampai jumpa di kesempatan selanjutnya ^O^/
Comments
Post a Comment