Dark Wood Circus 1


Deep, Deep, Inside the Dark Wood, There's a Circus



Telah datang! Telah datang! Yang paling ditunggu, yang paling dinantikan. Hiburan serta kegembiraan tak terhingga. Hadir dan saksikan, Sirkus megah di dalam hutan.

***

Seruan itu terus digaungkan oleh seorang pria, mungkin terlalu mungil untuk disebut pria. Ia berteriak sepanjang jalan, seolah hanya itu kalimat yang bisa diucapkannya. Sementara kedua tangannya menggebah pelana agar empat ekor kuda kemerahan memacu kaki mereka lebih cepat. Kuda-kuda malang itu tergopoh-gopoh, menarik sepuluh karavan besar yang mengekor di belakang.

Di dalam masing-masing karavan, kau bisa melihat para 'Bintang Sirkus'. Mereka mengeluarkan tangan sejauh mungkin, melambai-lambai, menggumamkan sesuatu yang tidak terdengar jelas akibat suara sepatu kuda, teriakan si pria kerdil, serta roda-roda karavan yang berkarat. Namun, kau dapat menebak itu adalah ucapan kebahagiaan mereka sebagai bintang yang pasti dikagumi orang banyak.

Desas-desus mengatakan, sirkus hutan sangat istimewa, sehingga tidak semua orang bisa melihatnya. Tentu saja bibirmu tersenyum lebar, mengetahui kau adalah salah satu orang istimewa yang bisa menyaksikannya. Selanjutnya, datanglah dua anak kembar manis yang mengenakan jubah, satu tersenyum, satu merengut, tapi mereka kompak begitu menyodorkan sebuah brosur dan mengatakan.

"Datanglah ke sirkus kami, kau orang yang beruntung. Jangan lupa membawa camilan dan air, kami tidak punya apa pun untuk disuguhkan selain pertunjukan yang luar biasa." Begitu mengatakannya, mereka segera berlari menyusul karavan, meninggalkan sepasang jejak kaki mungil di tanah basah,

Tanpa menunggu lebih lama, kau ikut mengambil langkah, membuntuti ke mana karavan itu pergi. Begitu banyak semak belukar, serta pohon-pohon besar yang kalian lewati, sampai akhirnya sebuah tiang nampak dari kejauhan. Semakin dekat, semakin jelas pula pemandangan di depanmu. Sebuah sirkus yang luar biasa megah, di dominasi warna merah dengan tepian hijau tua.

Kepalamu tak henti mendongak sambil bergumam kagum, sampai sesuatu yang runcing menyentuh bahumu. Kau berbalik dengan sedikit terlonjak, mendapati seorang badut warna-warni sedang tersenyum lebar. Badut itu menyodorkan balon berwarna merah. Memang hanya dua warna yang digenggam si badut, merah dan hijau, sesuai tema sirkus.

Dengan mulut yang terus bersenandung, kau melangkah semakin dalam, lantas menyadari, kau tidak sendirian. Sekonyong-konyong, pelataran sirkus diramaikan orang-orang yang menggenggam balon merah atau hijau. Pakaian mereka lusuh dan kotor, mungkin karena sebagian besar peminat sirkus adalah kalangan menengah ke bawah. Orang-orang kaya lebih suka menonton opera di gedung megah.

Sampai di pintu depan, kau di hadang oleh pasangan yang berpakaian rapi, yang laki-laki memakai setelan jas biru marun, sementara yang perempuan mengenakan gaun lebar berwarna merah marun. Keduanya sangat tinggi, nyaris setinggi sirkus itu sendiri, keduanya merentangkan tangan, menyambut para pengunjung.

"Selamat datang dan selamat datang kembali, sirkus akan segera di mulai," kata yang laki-laki.

"Carilah tempat duduk paling nyaman, pertunjukkan ini tidak akan berlangsung singkat," sahut yang perempuan.

Nada bicara mereka berat dan lamban, mungkin karena ukuran tubuh mereka sangat besar. Kau yang semakin takjub, tidak sabar menanti kejutan-kejutan lain dari sirkus ini, segera mencari tempat duduk. Sirkus ini benar-benar menakjubkan, bahkan sebelum pertunjukannya di mulai, lagi-lagi kau berdecak kagum mellihat luasnya bangku penonton mengelilingi lapangan yang juga sangat luas.

Kau menoleh pada orang di sebelah, wajahnya muram, padahal sirkus adalah tempatnya bersenang-senang. "Ini kunjunganmu yang ke berapa?"

Orang itu menoleh begitu lambat. "Entahlah ... ratusan, dan masih terus."

"Wow, sebagus itu pertunjukan sirkus ini?"

Orang muram itu bergeming, seolah tidak mau memilih antara iya dan tidak, lantas kembali menghadap ke depan. Bertepatan dengan kehadiran sosok pria pendek berkumis serta topi tinggi di kepala. Ia terlihat tampan dengan tuksedo ungu. Hanya saja, bagian pinggang ke bawah tidak terlihat, pria itu "berjalan" menggunakan papan seluncur.

"Selamat datang penonton sirkus hutan! Apakah kalian siap menyaksikan pertunjukan-pertunjukan menakjubkan?" Pria itu bicara di depan mikrofon.

Para penonton bersorak, dan suaramu-lah yang paling keras terdengar, dibarengi tepuk tangan antusias. Begitulah, si Pembawa Acara memanggil kumpulan gajah yang saling tuntun memegang buntut. Gajah-gajah yang besar dan gagah, menggunakan jubah serta topi mewah. Mata gajah-gajah itu fokus. Melakukan atraksi demi atraksi menakjubkan. Binatang-binatang raksasa itu sangat ahli akrobat, serta bermain bola.

Selanjutnya masuklah harimau benggala, harimau putih, bahkan raja-raja hutan bersurai lebat. Auman mereka begitu menakutkan, kau terperangah akibat rasa kagum, juga sedikit takut. Hewan-hewan buas itu melompati cincin-cincin api, ikut menuntun belalai gajah dengan moncong, seolah mereka sudah bersahabat sejak lama. Setelah tampil beberapa puluh menit, para hewan pun pergi ke belakang panggung.

Atraksi di susul para akrobat tanah dan udara. Orang-orang kurus nan ramping bersalto dengan tali, saling mengait, melempar tubuh satu sama lain. Di lapangan, si kembar yang sebelumnya kau jumpai, menjadi pemimpin para akrobat. Si Ceria melakukan tugasnya dengan baik, berputar, melompat, serta jungkir balik penuh semangat. Sedangkan, Si Muram sedikit malas-malasan, sampai saudaranya harus menepuk pipinya, mengingatkan bahwa mereka sedang tampil.

Kepergian para akrobatik disusul suara melengking yang panjang nan merdu. Perlahan, muncul sebuah panggung kecil dari bawah tanah, menampilkan sosok gadis cantik yang memakai penutup mata. Tak jaun di sisinya, kandang sempit ikut muncul, dihuni oleh pria berkulit pucat kebiruan, tangan dan kakinya diikat dengan baju rumah sakit jiwa. Selagi si gadis bernyanyi dengan merdu dia diam saja, menikmati dengan khusuk.

Kau bertepuk tangan begitu keras, sampai hanya tepuk tanganmu saja yang terdengar. Karena, begitu kau menoleh, penonton lain sedang gemetaran. Kau pun merasakan bulu kudukmu berdiri. Tak nyaman, begitu mengintimidas, entah apa itu. Padahal, dua orang di lapangan jelas-jelas tidak menakutkan, tidak juga bergigi tajam seperti hewan-hewan buas. Kau kebingungan sendiri, apa lagi setelah menyadari setitik air mata meluncur dari si gadis penyanyi.

"Apa yang terjadi? Apakah gadis itu sedang menyanikan lagu sedih?"

Pertanyaanmu tak digubris oleh siapa pun. Namun, kau tidak bertanya lebih banyak, karena semua menjadi jelas ketika si gadis berhenti bersenandung.

Bersambung ....




Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Laut Bercerita

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Peter Pan

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)