10 Kesalahan Penulis Pemula


Pembukaan! (Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa ....)

Selamat pagi, siang, sore, malam, subuh, wahai Pembaca Budiman. Ini adalah sesi publikasi ulang tips-tips lama dari blog terdahulu Impy yang berjudul "Welcome to My Perfect World". Aku memutuskan untuk menutup blog tersebut, karena mengurus dua blog sama dengan mengurus dua warung. Ternyata. aku tidak sanggup mengurus dua warung!

Masalahnya, aku lupa apakah aku pernah memublikasikan tips ini di suatu tempat, atau bahkan di blog Review Impy? Otak ini memang tidak didisain untuk mengingat hal-hal seperti itu, jadi mohon maaf lahir dan batin kalau ini terasa seperti publikasi ganda. Ekhem ... kalau bisa kalian beri tahu aku apakah ini publikasi ganda atau bukan, h3h3!

Cukup berbasa-basi, mari menuju ke konten sesungguhnya!

Setiap orang pasti memulai sesuatu dari bawah, semua orang pasti mengalami yang namanya fase pemula. Tidak ada orang di dunia yang ujug-ujug terlahir sukses dan bisa segalanya. Menjadi pemula bukanlah sebuah kesalahan, tapi yang salah adalah kalau kalian tidak mau move-on dari fase pemula itu. Makanya marilah kita melihat kesalahan-kesalahan yang biasa dibuat penulis pemula.

Daftar ini bukan dibuat untuk menjatuhkan para penulis pemula. Sebaliknya, tentu saja penulis pemula bisa belajar dari kesalahan-kesalahan tersebut, lalu memperbaikinya. Semangat menulis ada dalam diri maing-masing, jangan mudah menyerah hanya karena kalian merasa ada di dalam daftar ini.

1. Terlalu Banyak Tanda Seru dan Tanda Tanya

Tentu saja, pasti ada kalimat yang harus di akhiri dengan kedua tanda baca tersebut, khususnya dalam dialog. Namun, jika dalam satu dialog ada lebih dari lima tanda baca itu, mungkin kalian harus mulai melakukan revisi. Misalnya ....

"Apa??? Dia dapat nilai seratus??? Bagaimana bisa???"

"Kau tidak akan bisa menangkapku!!! Aku adalah Raja dunia, HAHAHA!!!"

"TIDAAAKKK!!!!!!!!"

Kalian yakin dialog di atas enak dibaca? Enak ditenggelamkan ke rawa-rawa mungkin iya. Kelemahan penulis pemula adalah belum mahir membangun intonasi serta emosi kuat dalam dialog. Makanya penulis pemula memakai tanda baca sebanyak mungkin, berharap emosi dalam tulisan mereka lebih terlihat. Padahal malah sebaliknya, itu sangat mengganggu.

Bagaimana cara mengatasinya?

Batasi penggunaan tanda tanya dan tanda seru dalam dialog, dan cobalah bermain-main dengan  dialog aksi. Sekali pun harus memakai lebih dari satu tanda baca, maksimal tiga saja. Itu pun kalau benar-benar dibutuhkan. Satu hal lagi, Jangan pernah menggunakan keduanya sekaligus (!?).

Jangan juga menggunakan tanda seru dan tanda tanya di dalam narasi, kecuali kalau narasi itu tergolong narasi batin saat sudut pandang mengambil orang pertama.

2. Pamer Pengetahuan

Setiap novel pasti membutuhkan riset, entah untuk referensi, atau sekadar pelengkap kelogisan latar cerita. Biasanya setelah penulis selesai reset, mereka ingin membagi ilmu yang didapat dari hasil riset tersebut kepada pembaca, benar, 'kan?

Penulis akan menjabarkan segala hasil riset mereka ke dalam cerita secara gamlang, padahal itu adalah cara yang kurang tepat. Kalian akan lebih terlihat sedang menggurui pembaca daripada membuat cerita. Misalnya begini, kalian baru saja mencari khasiat sebuah obat, dan kalian membuat penjabaran seperti ini ....

Impy mengambil sebutir tablet yang mengandung Paracetamol, Pseudoephedrine, Dextrometophan yang mampu meredakan flu dan batuk.

Tolonglah, Penulis Pemula ... pembaca kalian bukan Einstein, tidak ada yang peduli apa isi dari obat tersebut kecuali berpengaruh pada plot, kemungkinan besar pembaca akan melewati semua nama-nama ilmiah yang kalian temukan dalam Wikipediah itu. Jadi, cukuplah kalian membuat penjabaran yang singkat, padat, dan jelas.

Impy segera menelan sebutir obat flu, itu cukup untuk membuat bersin dan batuknya mereda.

Ingat ini, Penulis Pemula. Tidak perlu terlalu menggurui pembaca dalam novel, sebagian pembaca tidak peduli akan informasi yang terlalu detail, sebagian lagi peduli tapi akan mendesah kesal kalau penjabaran detail itu tidak berpengaruh apa pun dalam plot. Buang-buang waktu untuk kalian dan juga pembaca.

3. POV yang melompat-lompat

Menggunakan sudut pandang pertama campuran banyak digunakan karena berpotensi membuat novel menarik, meskipun secara "hukum kepenulisan" itu kurang dianjurkan. Awalnya POV Impy, lalu beberapa paragraf kemudian pindah ke POV Jaki, lalu beberapa paragraf kemudian lagi, pindah ke POV Heri. Bahkan bisa ada 3-4 pergantian POV dalam satu Bab.

Ck-ck-ck-ck, ayolah Penulis Pemula. Kalian bisa lebih baik dari itu. Gunkanan saja sudut pandang orang ke-3 (POV3) jika kalian ingin memberitahu isi pikiran masing-masing tokoh. Jangan mengganti POV1 setiap kali tokoh berinteraksi atau berpikir. Paling sering gantilah POV setiap satu bab, jangan setiap paragraf kalian ubah POV itu.

Contoh SALAH yang lebih jelas :

POV IMPY
Hatiku berdebar-debar ketika Jaki memberikan bunga mawar merah nan indah itu, apakah dia menyukaiku? Aku tidak tahu harus menjawab apa, wajahku memerah bak udang rebus, tidak bisa berkata-kata. Sedangkan dia terus menatapku.

POV JAKI
Wajah Impy memerah bak udang rebus ketika aku memberinya bunga mawar merah nan indah. Sepertinya dia kehabisan kata-kata, aku terus menatapnya menunggu jawaban. Aku sudah menyukainya sejak kecil, sekarang aku akan melamarnya.

(Mohon maaf, aku merindink sendiri menulis adegan di atas. Tolong jangan ditiru)

Ingat ini wahai Penulis Pemula ... sejatinya keunggulan dari POV1 memanglah keterbatasan. Pembaca akan memosisikan diri sebagai tokoh utama, rasa penasaran tokoh utama memang menjadi seni dari POV1. Kalau rasa penasaran itu langsung terjawab sedetik berikutnya dari POV tokoh yang berbeda, lantas di mana letak seninya?

4. Tidak Konsisten dan Tidak Realistik

Tokoh yang katanya bersifat dingin, tiba-tiba banyak tingkah. Tokoh yang dinarasikan pemarah, malah kalem terus tiap bicara. Tokoh yang dinarasikan cengeng malah hampir tidak pernah digambarkan menangis sama sekali. Tokoh yang dinarasikan kuat, malah nangis mulu setiap nongol.

Ya, tidak konsisten dalam penokohan bisa jadi kesalahan fatal para penulis baik pemula maupun bukan. Semua itu bisa terjadi karena penulis hanya fokus pada alur cerita, terlalu sibuk membuat plot twist, konflik edgy yang tidak pasaran, serta memeras otak. Sampai mereka lupa hal paling krusial seperti penokohan.

Itulah fungsi dari Character Chart sebelum penulis benar-benar menulis novel. Ketahui dulu bagaimana sifat-sifat tokoh kalian sebelum menceritakan kisah mereka. Dengan begitu baik pembaca maupun penulis bisa lebih bersimpati pada tokoh tersebut.

Bisa juga novel tidak realistik seperti :

1. Kabur lewat gerbang utama sekolah dengan mudahnya saat jam pelajaran berlangsung.

2. Hujan-hujanan di jalan raya di jam ramai.

3. Hampir tidak pernah sekolah, atau selalu pacaran di sekolah, tapi menjadi siswa lulusan terbaik.

Ingat ini wahai Penulis Pemula, kisah kalian memang fiksi, tapi bukan berarti kalian menghilangkan akal sehat serta logika. Bahkan dalam genre Fantasi, di mana segala hal bisa terjadi, di mana logika dunia nyata tidak terpakai, tetap harus ada logika dalam dunia tersebut. Supaya ada pakem dan\atau hukum yang bisa dijadikan patokan.

5. Pembukaan Bab yang Di ulang-ulang.

Bab 1 : Impy membuka mata, ia mengambil hp, lalu membuka instagram sebelum mandi.

Bab 2 : Impy membuka mata, suasana hatinya hari ini sedang bagus karena Jaki membelikan boneka voodo.

Bab 3 : Impy membuka mata, apakah hari ini Jaki akan mengajaknya ke taman pemakaman lagi untuk ritual?

Coba katakan bagaimana perasaan kalian setelah membaca tiga pembukaan Bab di atas? Ya ... BOSAN!

Ini adalah salah satu alasan kenapa kerangka cerita sangat penting dalam pembuatan novel. Keseriusan kalian untuk menjadi penulis yang baik, bisa di lihat dari seberapa besar usaha kalian menyusun kalimat yang baik. Berusaha sebisa mungkin meminimalisir pengulangan adegan. Terutama di awal Bab, di mana itu adalah titik penentuan pembaca akan lanjut atau tidak.

6. Banyaknya Adegan/dialog Tidak Penting

Beberapa kalimat ini bisa membuat kalian tahu, mana adegan penting dan tidak penting :

1. Jika adegan/dialog itu tidak berpengaruh apa pun dalam kelangsungan cerita, maka hapus saja.

2. Jika adegan/dialog itu hanya kalian sukai padahal tidak ada adegan itu juga tidak masalah untuk alur cerita. Maka hapus saja!

3. Jika adegan/dialog itu bertele-tele, atau sudah sering disebutkan dalam narasi, maka hapus saja!

7. Banyaknya Pengulangan Kata

Ini seharusnya menjadi ilmu Bahasa Indonesia paling dasar. Jangan pernah gunakan kata yang maknanya sama dalam satu kalimat.

Misal : Para anak-anak, sedang naik ke atas menuju lantai dua, untuk bermain bersama para guru-guru.

Percayalah kalimat seperti itu bisa membuat pembaca ingin mengunyah sirih campur kamper akibat betapa tidak efektifnya, betapa bertele-telenya kalimat tersebut. "Para" sudah bermakna jamak sehingga penggunaan "Anak-anak" akan menjadi pengulangan yang tidak efektif. Naik sudah pasti ke atas, jadi mencantumkan keduanya, berarti pengulangan kata sehingga tidak efektif. Begitu juga "Para Guru-guru".

Panjang tidak sama dengan berbobot. Kalian tahu apa yang berbobot? Efektifitas, maka berusahalah untuk melakukan itu. Maka kalimat contoh di atas bisa dipersingkat menjadi ....

Anak-anak naik menuju lantai dua untuk bermain bersama para guru.

Much better, right?

8. Dua Dialog Tag Dalam Satu Dialog

Kalian harus tahu peraturan ini : Haram hukumnya ada lebih dari satu dialog tag dalam satu dialog. Rumusnya sudah paten 1 dialog, 1 dialog tag. Kenapa? Entahlah, mungkin karena itu termasuk pengulangan, yang mana membuatnya tidak efektif. Aku juga mengetahui fakti ini dari editor novelku dahulu kala.

JANGAN PERNAH kalian menulis seperti ini :

"Aku capek," kata Impy(dialog tag). "Aku mau tidur saja kalau begitu," lanjut Impy(dialog tag) sambil naik kasur.

Ada dua dialog tag dalam kalimat itu, dan itu salah besar. Kalian bisa mengatasi masalah tersebut dengan meminimalisir penggunaan dialog tag, dan beralih ke dialog aksi

"Aku ngantuk," kata Impy(dialog tag), "Aku mau tidur saja kalau begitu." Gadis itu naik ke kasur sambil menguap(dialog aksi).

Nah ... permainan kata yang tepat bisa mengatasi kelebihan dialog tag.

9. Alur yang Tidak Sesuai Porsi

Alur buru-buru tidak baik, alur terlalu lambat juga tidak baik.

Penulis berpengalaman biasanya sudah punya rencana bagaimana porsi cerita mereka nantinya. Namun, penulis pemula biasanya menulis secara spontan. Itu bukan berarti tidak bagus. Hanya saja, minimal kalian punya poin-poin penting dalam cerita sebelum benar-benar mengeksekusi cerita tersebut. Sehingga meminimalisir alur yang terlalu cepat atau terlalu bertele-tele.

10. Tokoh Sama Percis

Kebanyakan penulis pemula tidak mau ada tokoh dalam ceritanya yang "cacat". Semua digambarkan cantik/ganteng, pintar, dan kaya. Sampai-sampai pembaca bingung siapa yang siapa ketika membaca kisah mereka, saking miripnya tokoh-tokoh yang dibuat.

Lebih buruk lagi, kadang penulis sendiri tidak bisa membedakan tokoh-tokohnya. Belum lagi kalau dialek pada dialog juga tidak memiliki perbedaan. Semua berbahasa gaul, semua edgy, semua cerdas, semua sempurna. Rasanya seperti melihat kumpulan kloning yang berinteraksi.

Jika hal itu terjadi, sudah saatnya kalian berubah. Cobalah buat poin-poin penting pada masing-masing tokoh. Terurama tokoh utama. Bangun kepribadian tokoh sebelum kalian bangun kisah mereka. Buatlah sesuatu yang "unik" apapun agar tokoh kalian tidak mirip satu sama lain.

Penutup

Itulah dia beberapa poin yang kusampaikan supaya menjadi pertimbangan kalian saat merevisi naskah. Menulis adalah hobi, dan hobi tidak seharusnya memiliki banyak peraturan. Namun, hobi juga bisa membuat kita mempelajari ilmu baru, dan siapa yang tidak menginginkan ilmu baru, benar, 'kan?

Saat kalian menulis, kalian tidak perlu memikirkan kesalahan, sebab itu kalian pikirkan saat proses revisi nanti, HUAHAHAH! By the way ... aku yakin pernah memublikasikan konten ini di suatu tempat, tapi di mana ya? (masih thinking).

Sekian dariku, sampai jumpa di kesmepatan lain ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Matahari Minor

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Sky Academy