Respati
Penulis : Ragiel J.P
Penerbit : Clover
ISBN : 9786230303661
Tebal : 244 Halaman
Blurb :
Kejadian mengerikan terjadi di Yogyakarta. Para korban ditemukan tewas tergantung dalam posisi terbalik. Tidak ada satu pun yang tahu siapa pelaku semua pembunuhan itu.
Namaku Respati. Aku mempunyai kemampuan aneh, yaitu bisa masuk ke dalam mimpi seseorang hanya dengan menyentuh kulit Si Pemimpi.
Aku sudah terbiasa dengan kemampuan ini sebelum mengenal Wulan yang ternyata mimpinya tidak bisa kutembus. Dari Wulan-lah aku tahu bahwa aku seorang Penjelajah Mimpi. Dari Wulan pun aku tahu bahwa semua kasus pembunuhan itu berhubungan erat dengan kemampuanku.
Penerbit : Clover
ISBN : 9786230303661
Tebal : 244 Halaman
Blurb :
Namaku Respati. Aku mempunyai kemampuan aneh, yaitu bisa masuk ke dalam mimpi seseorang hanya dengan menyentuh kulit Si Pemimpi.
Aku sudah terbiasa dengan kemampuan ini sebelum mengenal Wulan yang ternyata mimpinya tidak bisa kutembus. Dari Wulan-lah aku tahu bahwa aku seorang Penjelajah Mimpi. Dari Wulan pun aku tahu bahwa semua kasus pembunuhan itu berhubungan erat dengan kemampuanku.
MENGANDUNG SPOILER!!!
A. Tak Disangka, Tak Diduga
Hai, Pembaca Budiman sekalian! Kalian mungkin penasaran, kenapa akhir-akhir ini Impy begitu GETOL membuat review padahal tidak ada yang minta, dan tentunya tidak satu pun yang peduli. Ini semua karena jumlah kuota yang sedang banyak-banyaknya, dan untuk pertama kali tidak menumpang ke orang lain, H3h3!
Kembali ke leptop!
Respati ini merupakan novel yang sudah cukup lama ingin kubaca, sebab tema yang diangkat adalah Lucid Dream. (Boring Story Time!) Ada satu fase dalam hidup, di mana aku terobsesi dengan Lucid Dream dan berusaha mempelajari bagaimana caranya, tapi langsung menyerah lantaran harus melewati tahap Sleep Paralys, alias Ereup-ereup, alias Ketindihan. Katakanlah ini cupu, tapi aku takut gak bisa bangun lagi!
Aku pun menyerah, dan memutuskan untuk menganggap Lucid Dream hanya omong-kosong belaka (Lets be real, aku cuma iri-dengki sama orang-orang yang beneran bisa, h3h3 ....)
Selain itu, aku berteman dengan penulisnya di Pesbukk, dan kami sering bertukar komen kritis, serius, juga sarat ilmu (bohong, kebanyakan komen julid, kok!) Jadi, aku ingin mengapresiasi karyanya dengan cara membaca sekaligus membuat review. Aku sudah izin, dan dia tidak keberatan, sekalipun berisiko mengandung julid. Tengks, Pacc Ragiel J.P!
Sampul Respati sendiri aku sukak. Kesan Dark dan Horornya kentara, bahkan ada bumbu-bumbu Fantasinya juga kalau dilihat dari aura keseluruhan di latar belakang. Nah, tanpa berlama-lama lagi, marilah kita lihat dunia Lucid Dream dalam Respati!
B. Plot
Kita diperkenalkan dengan seorang siswa SMA laki-laki bernama Respati. Dia memiliki kemampuan melihat mimpi orang lain, bahkan masuk ke dalamnya. Namun, itu bukan bawaan lahir. Respati bisa melakukan hal tersebut setelah kecelakaan di usia empat belas tahun. Mulanya, Respati menggunakan kemampuannya hanya untuk iseng, sampai suatu hari Sosok Bertudung misterius menerornya, baik dari dunia mimpi maupun dunia nyata.
Di sisi lain, Respati juga sering melihat jasad yang digantung terbalik di dalam mimpinya. Lebih parah lagi, hal itu bukan sekadar mimpi, melainkan benar-benar kasus misterius yang belum terpecahkan. Dengan bantuan teman (ekhem ... Love Interest) bernama Wulan, juga Dokter Lesmana (paman Wulan). Ketiganya berniat menyelidiki sendiri kasus tersebut, karena mereka menebak semua itu ada hubungannya dengan mimpi Respati.
Secara keseluruhan, novel ini menarik dengan eksekusi yang juga oke. Ketegangan di setiap adegan mimpi terasa mencekam, Sosok Bertudung juga selalu membuatku bergidik setiap muncul. Belum lagi adegan-adegan penyiksaan yang juga cukup ekstrim. Di sisi lain, kehidupan rumah Respati bersama Kekek-Nenek, dan adiknya begitu Wholesome dan suportif. Plot sampingan masalah cinta dan persahabatan juga lumayan, meskipun belum bisa membuatku menyayangi tokoh-tokoh di dalamnya.
Alur novel ini terbilang sangat lambat, dan menurutku pribadi itu bukan kekurangan kalau eksekusinya baik. Misalnya di novel Frederik Backman yang berjudul My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry. Alur novel itu juga sangat lamban, tapi di setiap paragraf tersisip puzzle-puzzle yang berpotensi membuat kalian bingung di akhir, kalau tidak membaca dan memahaminya baik-baik.
How-evah! Di Respati ini alur lambatnya tidak diiringi dengan sisipan seru apa pun, alias terlalu basic sampai akhirnya malah terasa seperti dipanjang-panjangin. Bukan, bukan ... ini bukan karena banyak info dump, adegan tidak jelas, atau semacamnya. Menurutku pribadi, satu unsur yang membuat novel ini lambat adalah si Respati sendiri!!!
Ya Gusti! Berikan aku kesabaran dalam menghadapi Respati di sepanjang cerita!
Jadi begini, Respati tidak Gary Stu tapi brekele seperti Jacob dari novel Miss Paregrine. Tidak juga Gary Stu tapi tukang mengeluh seperti Robert dari seri Ksatria Cahaya. Tidak juga sok misterius dan tukang PHP-in orang seperti Geez, atau Jupiter dari seri Nevermoor. Tidak sama sekali.
Respati ini punya trope ngeselin sendiri yang aku sebut. SLOW, atau bahasa lokalnya TELMI, atau lebih spesifik lagi TELat MIkir!
Tindak-tanduk serta sifat telmi Respatilah yang menyebabkan alur novel jadi sangat lama. Sebab Respati paling tidak bisa menyimpulkan masalah sendiri, dan harus selalu diingatkan oleh orang lain! Sekali pun tidak diingatkan oleh orang lain, dia butuh waktu sangat lama untuk menyadari sesuatu, padahal tanda-tandanya sudah diteblokin keras-keras ke muka dia!
Misalnya di awal cerita, ketika Sosok Berjubah sedang getol meneror Respati. Dia melihat sosok itu di dalam mimpi, di dunia nyata, bahkan di rumahnya. Lalu pada suatu hari, teman sekolahnya yang bernama Melanie mengalami keanehan, dan Melanie bilang dia melihat Sosok Berjubah sebelum mengalami keanehan itu.
Kalian pasti berpikir Respati akan langsung teringat sosok berjubah yang menerornya, 'kan? Lantas curiga, bahkan mungkin langsung memulai penyelidikan. Secara, si Respati sudah melihat sosok yang sama sebanyak lebih dari tiga kali.
INI TIDAK! Dia malah mikir, "Sosok Berjubah Hitam? Siapakah gerangan?"
Habis itu barulah dia teringat Sosok Berjubah yang juga dia lihat selama ini. Udah gitu, sempat-sempatnya ini anak masih mikir "Apakah mereka sosok yang sama?" (Tepok jidat)
Reaksiku : YA IYA DONG, RESPATI!!! Lau pikir ada berapa biji orang kurang kerjaan yang make jubah item keliling-keliling neror orang!!!
Terus lagi, MK (Momen Ketika) Tangan Respati dililit rantai panas oleh Sosok Berjubah di dalam mimpi sampai meninggalkan luka yang membekas, bahkan sampai di dunia nyata. Sudah jelas kan apa penyebab luka tersebut? Respati sendiri yang mengalaminya secara langsung, dan dia jelas-jelas dalam kondisi sadar.
Tapi tahookah kalian, beberapa halaman berikutnya malah ada narasi yang mengatakan, "Memang tanganku memar tanpa aku tahu apa penyebabnya ...."
(Tarik napas) Respati, My Love ... kau baru saja mendapatkan mimpi yang menyebabkan tanganmu luka, dan sekarang kamu tidak tahu apa penyebab tanganmu terluka??? Dou you have gold fish memory???
Tadinya aku pikir Respati memang tidak bisa mengingat mimpinya, atau tidak bisa mengingat bagian tangannya dilukai si Sosok Berjubah secara spesifik. Tapi di Bab-bab ke depan dia ingat, dan dia tahu persis penyebab luka itu adalah akibat si Sosok Berjubah di dalam mimpi. I am counfusion! Bapacc Ragiel Explain! Explain kenapa dikau menciptakan protagonis sebegini telmi???
Mau tahu MK (Momen Ketika) Respati jadi telmi yang lainnya?
Jadi ceritanya Respati bertemu dokter bernama Lesmana yang juga punya kemampuan melihat mimpi. Ternyata eh ternyata, Dokter Lesmana ini pamannya si Wulan. Si Dokter sendiri yang memberitahunya di halaman 66. Nah, sudah 'kan? Berarti Respati sudah tahu kalau Lesmana dan Wulan ada hubungan keluarga.
Tahookah kalian? Bahwa di halaman 88 si Respati udah lupa lagi sama informasi tersebut. Begini reka ulang versiku yang 99% akurat ....
"Kamu bisa melihat mimpi, 'kan?" tanya Wulan.
"G!" jawab Respati.
"Jangan bohong! Paman Lesmana juga udah tau, Cin!"
"Dokter Lesmana?" Respati tercengang. "Kalian ...."
"Dia pamanku, jadi kamu tidak usah khawatir, Zeyenk! Rahasiamu aman bersama kami," sela Wulan sebelum Respati melanjutkan kalimatnya.
(Pijet pelipis) Memang aku tidak yakin apa yang ingin diucapkan Respati sepenuhnya sebelum disela oleh Wulan, tapi asumsiku dari reaksinya adalah kaget, dan hendak bilang "Kalian saling kenal?" yang tentunya membuat Respati kelihatan teramat-sangat telmi, lantaran di halaman 68 Dokter Lesmana juga sudah memberitahu fakta tersebut!
Atau Respati saat itu lagi kurang Akua sehingga tidak bisa mengingat segala hal yang si dokter katakan? Atau mungkin asumsiku salah, mungkin Respati ingin mengatakan hal lain. Namun, jujur saja aku tidak kepikiran dialog apa pun lagi selain asumsiku di atas. Jadi ... Pacc Ragiel sekali lagi, tolong jelaskan!
Masih mau MK telmi Respati yang lain? Percayalah, masih ada lagi!
Jadi di Halaman 104 ada narasi seperti ini, "Beginikah rasanya menjadi seorang Raunt? Tanpa aku tahu apa itu Raunt dengan detail, selain Raunt adalah istilah lain yang diciptakan oleh Wulan dan Pamannya."
Tapi Tahookah kalian? Sejak halaman 50 Wulan sudah menjelaskan apa itu Raunt, serta dari mana asal istilah itu, termasuk apa kelebihannya, dan apa saja kemiripannya dengan kemampuan Respati SECARA DETAIL. Terus lagi, Respati sendiri sudah mencari di internet segala hal tentang Raunt, alias Oneironaut. Respati membaca sangat banyak artikel sampai matanya sakit dan kepalanya pening.
So are you telling me .... Mulut Wulan udah berbusa menjelaskan apa itu Raunt kepada Respati. Si Respati juga udah cari sendiri apa arti Raunt di internet sampai kepalanya pusing dan mata perih. DAN DIA MASIH BELUM PAHAM JUGA APA ITU RAUNT SELAIN ISTILAH!!??
Respati = Telmi. Confirmed!
(Usap muka pake las) Kalian lihat sendiri? Tema novel ini aku suka, sungguh! Ini novel menarik, dengan tema menarik dan konflik yang juga seru. Tapi akibat tindak-tanduk tokoh utama yang menyiksa, aku jadi tidak bisa menikmati novel ini dengan maksimal. Setiap kali sisi telmi Respati keluar, aku akan memutar bola mata, menghela napas, menggeram, dan ingin menampolnya dengan pantat panci!
Marilah kita pindah topik dari ke-telmi-an Respati, dan membahas yang enak-enak.
Aku paling suka adegan mimpi dari novel ini. Apa lagi kalau udah ke bagian penyiksaan. Hey, jangan melihatku begitu! Bukannya aku suka atau bagaimana, tapi kadang penulis suka terlalu loyo dalam menampilkan adegan penyiksaan untuk para tokohnya sehingga alih-alih kasihan, kita sebagai pembaca malah mikir, "Yaelah, gitu doang kenyi banget!"
Nah, di sini teror si Sosok Berjubah berhasil menampilkan aura mencekam yang benar-benar bikin merindink. Seperti digantung terbalik, dan segala hal tentang phobia itu, hiiy!!! Aku jadi teringat teror Freddy Kruger dari film A Nightmare on Elm Street.
Meskipun aku kecewa sama penggambaran latar mimpinya yang seolah cuma buat seram-seraman dan keren-kerenan doang, tanpa makna tersirat di dunia nyata. Misalnya lorong dengan banyak pintu, aku pikir itu seperti gambaran ke-telmi-an Respati yang sangat banyak. Bercanda, deng! Tapi kalian mengerti maksudku, 'kan? Hubungan antara sugesti mimpi dan kenyataan gitu loh!
Atau makhluk harimau berkepala monyet, mungkin ada hubungannya dengan kehidupan Respati yang campur-aduk, atau kejaran Kelelawar Raksasa yang menggambarkan masalah besar yang datang ke dalam hidup Respati. Yah, hal-hal seperti itu. Sayangnya, segala hal permimpian di sini tidak berhubungan apa pun secara tersirat untuk dunia nyata, dan lebih ke sisi harfiah (Misalnya si Sososk Berjubah dan jasad digantung terbalik)
Mungkin di sequel nanti hal-hal seperti ini akan lebih diperhatikan supaya Puzzle-puzzle bisa disusun dari segala hal absurd dan tersirat dari mimpi Respati, dan menjadikannya petunjuk untuk kasus di dunia nyata. Sebab, kalau dipikir-pikir petunjuk untuk mengungkap Sosok Bertudung bukan berasal dari mimpi, melainkan Respati dan Wulan yang menebak-nebak perilaku tersangka di dunia nyata.
Nah, segmen plot ini sepertinya sudah terlalu panjang. Marilah kita berpindah ke penokohan yang barokah.
C. Penokohan
Respati. Telmi. Next!
Bercanda, deng! Sepanjang jalan, kita memang dipandu oleh Respati, karena novel ini memakai sudut pandang orang pertama. Selain telmi, Respati sebenarnya tipikal Good Boi Next Door! Dia berbakti pada orang tua, sayang adik, pekerja keras, mandiri, penuh empati dan simpati, pokoknya nyaris sempurna. Penulis pun menggambarkannya dengan show sehingga se-telmi apa pun Respati, aku masih punya secuil rasa sayang padanya.
Meskipun, ada satu adegan di mana Respati jadi out of character. Yaitu saat dia dikeroyok Wasis dan tiga temannya. Tiga orang menahan badannya, dan si Wasis berhasil memukul Respati di bagian perut. Aku lebih berharap Respati kalah, lalu baru selamat saat Sosok Bertudung membuat Wasis dan tiga temannya mengalami hal aneh.
Lah, ini si Respati malah berubah jadi Popeye yang abis makan bayam. Tonjok sana-sini, dan bisa melepaskan diri dari pegangan tiga orang. Mohon maap nih, dari awal tidak ada tanda-tanda yang memungkinkan Respati menjadi sekuat itu. Maksudku dia cuma kerja sebagai kasir, bukannya pekerjaan yang membangun otot atau ketangkasan. Dia juga tidak digambarkan pernah belajar bela diri. So ... aneh aja melihat dia tiba-tiba jadi jagoan begitu.
Atau mungkin aku terlalu meremehkan Respati ... KENAPA SETIAP MEMBAHAS RESPATI SEGMENNNYA JADI PANJANG!
Wulan. Satu-satunya orang yang mimpinya tidak bisa dilihat oleh Respati. Wulan digambarkan berhati tulus dan dermawan dengan memberi makan kucing liar. Sekali doang (bruuh). Dia juga tipikal Ensiklopedia berjalan seperti Hermione. Bahkan aku menemukan satu adegan yang sepertinya persis dengan adegan Hermione di Harpot. Yaitu, saat Wulan bilang kalau buku tebal hanyalah bacaan ringan.
Sebenarnya aku masih bingung kenapa cuma Wulan yang mimpinya tidak bisa dilihat. Rasanya hal itu belum di-spill. atau malah aku yang kelewatan, ya? Seingatku sih tidak dijelaskan kenapa, dan aku juga tidak menulisnya di catatan. O, no! I'm Screwed!
Tirta. Sahabat Respati. Tipikal Sidekick tukang lawak seperti Ron. Wait a minit ... kenapa Respati, Wulan, dan Tirta seolah menggambarkan Golden Trio? Anyways, aku tidak terlalu suka cara Respati memperlakukan Tirta di sini. Maksudku, mereka sudah bersahabat sangat lama sampai sudah dianggap saudara, tapi Tirta bahkan tidak tahu kelebihan Respati? Dan Respati malah lebih open ke Wulan yang sejatinya baru dia kenal beberapa bulan??? My guy Tirta Deserve Better!
Kakek-Nenek-Anggara. Happy Family yang saling menyayangi. Aku tidak punya hal buruk untuk dikatakan tentang mereka. I want them to be my family!
Yudistira. Bapake Tirta, seorang Pengacara sukses yang gemar ke luar negeri.
Dokter Lesmana. Dokter, Paman, dan seorang Mentor Raunt bersertifikat.
D. Dialog
Dialog novel ini oke, karena mengambil latar di Yogyakarta, beberapa kali tokohnya menggunakan bahasa daerah. Aku suka detail seperti itu, selain memperkuat latar juga terkesan autentik. Penjelasan serta informasi yang disampaikan lewat dialog juga porsinya pas, dengan penyampaian yang natural juga. Maksudku, tidak terlalu bikin gumoh dan kentara banget copy-pastenya dari internet. Penulis berhasil mengutak-atik informasi tersebut ke dalam dialog konkret.
Dialog Anggara juga kelihatan khas anak kecilnya, tanpa embel-embel cadel atau sok imut. Intinya sih penulis tidak trying too hard membuat tokoh anak kecil sehingga keimutan alaminya benar-benar kelihatan.
Namun, aku juga menemukan dialog yang terkesan ambigu akibat susunannya yang kurang lengkap.
Tepatnya di halaman 199, Samsul (Paman Respati) sedang bertamu ke rumah. Di ruangan itu ada Wulan, Respati, juga Anggara. Lalu Anggara bilang ke si paman kalau Respati naksir Wulan, dan langsung kabur (UwU family moment, lah). Nah, bercakap-cakaplah Respati, Wulan, dan Samsul tentang konflik utama mereka.
Lalu di halaman 122, Anggara balik lagi ke ruangan itu, dan Paman Samsul bicara seperti ini. "Eh, kamu sudah besar." Paman Samsul emncubit pipi Anggara. "Pakde, bawa oleh-oleh dari Jakarta."
Saat pertama baca dialog itu secara keseluruhan tentu saja alisku menyatu. Loh, kok dari dialognya seolah Paman Samsul baru ketemu pertama kali sama Anggara, padahal tadi mereka sudah sempat bercakap-cakap! Ini begimane si maskdunye!
Ternyata eh ternyata, setelah aku baca ulang. Samsul bicara seperti itu bukan dengan maksud menyapa, tapi menegur Anggara, karena duduk tidak bisa diam di pangkuan Respati yang sedang sakit. (bruuh)
Tolong dong Pacc Ragiel! Itu sangat ambigu untuk otakku yang brekele ini! Seandainya dikau lengkapi dialognya seperti ini. "Eh, jangan begitu! Kamu kan sudah besar." Tentu saja aku tidak akan menganggap dialog itu sebagai sapaan. Apakah dikau sengaja membuatku merasa seperti ini? ToT
E. Gaya Bahasa
Seperti yang kukatakan tadi, novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama lewat Respati. Kalian juga sudah tahu kalau Respati itu telmi parah sehingga setiap kali dia kebingungan atau memikirkan sesuatu, aku bukannya ikut kebingungan, malah dibuat kesal karena sering kali yang dia pusingkan adalah sesuatu yang jelas-jelas ada di depan matanya!
Aku juga rada terganggu dengan informasi berulang tentang Nenek Respati yang ahli rempah-rempah. Maksudku ... we get it your grandma is amazing, Respati! Tidak perlu diulang sampai lima kali begitu! Toh, pada akhirnya informasi tersebut tidak terlalu berguna, dan tidak menunjang kelangsungan plot sama sekali (Atau mungkin akan penting di sekuel nanti? We'll see ....)
Tapi harus aku katakan, cara penulis membimbing pembaca menuju plot twist di akhir sangat mengecohkan. Aku membuat peringatan spoiler, tapi rasanya tidak akan terlalu memberi banyak spoiler di sini, sebab aku tidak ingin mengacaukan ekspektasi kalian saat membaca novelnya nanti. Soalnya, penulis berhasil membuatku menebak-nebak dan ragu dengan pilihanku sendiri.
Kalau dibandingkan novel Pacc Tell yang perkiraanku tentang plot twist-nya SELALU BENAR! Di sini, aku dibikin ragu-ragu dulu beberapa kali. Apakah benar begini, apakah benar begitu. Maksudku, calon tersangkanya sudah jelas. Aku jamin kalian bisa menebak para suspeknya, tapi kalian juga akan dibuat ragu sebelum benar-benar memutuskan.
F. Penilaian
Cover : 3
Plot : 2
Penokohan : 1,5 (blame Respati!)
Dialog : 2,5
Gaya Bahasa : 2
Total : 2,5 Bintang
G. Penutup
Sekali lagi, secara keseluruhan novel ini menarik, dari tema juga konsepnya. Eksekusinya juga tidak buruk. Hanya saja ke-telmi-an Respati membuat alur seolah dilambat-lambatin, juga segala kejadian di alam mimpi yang tidak memiliki arti apa pun di dunia nyata membuat makna tersiratnya kurang, malah lebih sering ke sisi harfiah.
Akan tetapi, teror mimpi belum selesai sampai di sini. Toh, di akhir novel penulis membuat tanda-tanda akan kehadiran sekuel. Dan aku sangat berharap di sekuel nanti tolong si Respati jangan dibikin kayak begini lagi ya Bapacc Ragiel. aku gak kuat menghadapi ni anak ToT
Nah, segitu dulu pendapatku tentang Respati. Bapacc Ragiel menginginkan review pedas, tapi alih-alih pedas review ini malah berisi aku kesel sama si Respati. Maaf, ya Pacc, h3h3 ... Aku tunggu sekuelnya!!!
Sekain dulu dariku. Sampai jumpa di kesempatan lain ^o^/
Wwkwkkw..
ReplyDeleteWaah. Aku suka. Makasih ya, banyak catatan untuk sekuelnya nanti 🫰🫰🫰
Jujur, sebenarnya sya sangat kagak menikmati membaca buku ini. BENAR-BENAR BOORRIINNG. Bahkan sya sampe nulisin ("anotasi", ehem) paragraf2nya pake komentar nyeleneh tiap ada kesempatan.
ReplyDeleteKonsep yang diusung sebenarnya sangat menarik. Maksudku, heloooww, lucid dream selalu seru dalam kaca mataku. Memang sempat membuat ingin molor beberapa kali, tapi dibanding novel-novel aduhai (alias brekele) yang pernah kubaca selama ini, Respati jelas ada di level aman 😂✨
Delete