Asas-asas Review Novel (Versi Impy)
Selamat bertemu lagi wahai Pembaca Review yang aku cintai!
Pada postingan Intermezzo kali ini, aku ingin Spill the Tea tentang bagaimana proses makhluk bernama Impy Island dalam membuat review. Supaya apa? Entahlah ... barang kali kalian bercita-cita ingin menjadi seorang Julider ... Maksudku Reviewer, tapi tidak tahu bagaimana cara mereview buku yang baik dan benar.
This is my way to do it. Tidak yakin tergolong baik dan benar atau bukan. BUT! It is working for me, maybe you too, h3h3 ....
Seperti yang kalian tahu, review yang baik adalah review yang objektif. Itu berarti harus ada hal positif dan negatif dari sesuatu yang sedang dibahas. Dalam kasus ini ‘sesuatu’ yang dimaksud pastinya se-fruit novel. Demi mewujudkan keobjektifitasan review, aku pribadi membuat beberapa aspek untuk dinilai. Aspek-aspek yang mewakili unsur intrinsik maupun ekstrinsik pada novel.
Aspek yang kuberi nilai ada lima, yaitu Sampul/Cover, Plot, Penokohan, Dialog, dan Gaya Bahasa. Pembagian seperti itu memudahkanku dalam menilai, lantaran setiap novel boleh jadi unggul atau brekele dalam aspek yang berbeda.
Kalau Plot brekele, mungkin Gaya Bahasa dan Dialognya aduhai. Kalau Gaya Bahasa tidak konsisten, mungkin tokohnya likeable. Kalau Dialog cringe, barang kali Plotnya amejing. Kalau tokoh-tokohnya ngeselin, mungkin sampul novel tersebut sangat cantik sehingga menjadi nilai plus.
Untuk membuat review yang barokah, serta menilai aspek-aspek di atas dengan maksimal. Aku membuat asas-asas review yang harus-kudu-wajib-mesti-fardu untuk dipatuhi. Di antaranya adalah ....
Seperti yang kalian tahu, review yang baik adalah review yang objektif. Itu berarti harus ada hal positif dan negatif dari sesuatu yang sedang dibahas. Dalam kasus ini ‘sesuatu’ yang dimaksud pastinya se-fruit novel. Demi mewujudkan keobjektifitasan review, aku pribadi membuat beberapa aspek untuk dinilai. Aspek-aspek yang mewakili unsur intrinsik maupun ekstrinsik pada novel.
Aspek yang kuberi nilai ada lima, yaitu Sampul/Cover, Plot, Penokohan, Dialog, dan Gaya Bahasa. Pembagian seperti itu memudahkanku dalam menilai, lantaran setiap novel boleh jadi unggul atau brekele dalam aspek yang berbeda.
Kalau Plot brekele, mungkin Gaya Bahasa dan Dialognya aduhai. Kalau Gaya Bahasa tidak konsisten, mungkin tokohnya likeable. Kalau Dialog cringe, barang kali Plotnya amejing. Kalau tokoh-tokohnya ngeselin, mungkin sampul novel tersebut sangat cantik sehingga menjadi nilai plus.
Untuk membuat review yang barokah, serta menilai aspek-aspek di atas dengan maksimal. Aku membuat asas-asas review yang harus-kudu-wajib-mesti-fardu untuk dipatuhi. Di antaranya adalah ....
1. Posisikan Diri Sebagai Pembaca dan Penulis
Bagiku ada kerugian dari menjadi penulis yang merangkap tukang review, yaitu tidak lagi bisa menikmati sebuah novel dengan khidmat.
Mungkin karena sebagai penulis, banyak juga hal yang kita pelajari demi membuat novel yang lebih baik sehingga saat membaca novel milik orang lain, ada saja hal mengganggu yang membuat gregetan, atau hal menakjubkan yang harus diapresiasi.
Entah dari plot, penokohan, susunan kalimat, pemilihan diksi, tanda baca, dialog, dan lain sebagainya. Semua hal itu yang nantinya akan menjadi unsur-unsur konten membuat review.
2. Baca Sampai Selesai
Bagiku pribadi asas yang satu ini PALING KRUSIAL sebab orang-orang yang mereview novel, tapi belum membaca novelnya sampai selesai sama saja seperti orang yang disajikan makanan. Di satu piring ada nasi putih, sambal teri, dan tumis kangkung. Orang itu baru menyuap nasi putih, dan langsung mengeluh kalau semua makanan di piring rasanya hambar.Kalian mengerti maksudku? SELESAIKAN SEBELUM KOMEN!
Bisa saja opini kita berubah di tengah jalan, bisa saja si penulis mempersiapkan kejutan di bagian akhir. Siapa tahu si tokoh mendapatkan perkembangan karakter aduhai, siapa tahu plot twist-nya tidak terduga, siapa tahu ada bocoran resep rahasia Kraby Patty, tapi kita tidak tahu sebab tidak baca sampai akhir.
Bisa saja opini kita berubah di tengah jalan, bisa saja si penulis mempersiapkan kejutan di bagian akhir. Siapa tahu si tokoh mendapatkan perkembangan karakter aduhai, siapa tahu plot twist-nya tidak terduga, siapa tahu ada bocoran resep rahasia Kraby Patty, tapi kita tidak tahu sebab tidak baca sampai akhir.
Itu sebabnya review novel lulusan Watpat selalu memakan waktu lama dan menyiksa, karena aku harus membaca secara keseluruhan!
Membaca novel sampai selesai juga membuatku berani berpegang teguh pada opini. Kalau ada orang yang kontra dengan opiniku terhadap sebuah novel, dan mengajak berdebat, aku akan dengan senang hati mengeluarkan catatan-catatan review yang kubuat. Dan kita bisa berdebat sampai bulan jadi dua.
Itu juga membawa kita ke asas berikutnya ....
Membaca novel sampai selesai juga membuatku berani berpegang teguh pada opini. Kalau ada orang yang kontra dengan opiniku terhadap sebuah novel, dan mengajak berdebat, aku akan dengan senang hati mengeluarkan catatan-catatan review yang kubuat. Dan kita bisa berdebat sampai bulan jadi dua.
Itu juga membawa kita ke asas berikutnya ....
3. Buat Catatan Review
Sebenarnya asas ini hanya cocok bagi orang-orang dengan kapasitas otak brekele (aqu), yang langsung melupakan apa yang baru saja dibaca.Jadi gini ... aku tipe reviewer yang ingin memperjelas sebuah poin. Kalau semisal aku bilang gaya bahasa brekele, atau penokohan amberegul, atau plot acakadut. Aku ingin memberikan contoh, bukan sekadar omong kosong gitu lho!
Makanya, kalau kira-kira sesuatu di novel layak untuk dibahas dalam review, aku langsung memasukkannya ke dalam catatan supaya tidak lupa! Catatan itu bisa di buat dengan berbagai media tulis dan digital. Kadang aku membuatnya di note Leppy maupun HP
Makanya, kalau kira-kira sesuatu di novel layak untuk dibahas dalam review, aku langsung memasukkannya ke dalam catatan supaya tidak lupa! Catatan itu bisa di buat dengan berbagai media tulis dan digital. Kadang aku membuatnya di note Leppy maupun HP
Note yang kubuat di lektop |
Note versi HP menggunakan aplikasi Writer Lite |
Isi dari note tesebut biasanya berupa poin-poin yang mengingatkanku akan apa saja yang ingin kubahas dalam review nanti. Dalam membuat note, terkadang aku memakai bahasa Enggres versi Jaksel, sebab kalimat-kalimat sarkas atau satir lebih cocok detuliskan seperti itu.
Dan tentu saja dalam note itu sendiri akan ada BANYAK SEKALI typo juga kata-kata kasar. Terkadang aku maah ingin mereview note review yang kubuat!
Kalau novel sudah selesai dibaca, catatan-catatan manis juga sudah dibuat. Saatnya kita menuju Asas berikutnya yang juga sangat wajib dipatuhi ....
4. Segera Buat Review-nya!
Ibarat novel, yang satu ini adalah puncak konflik alias klimaks cerita. Menulis review novel paling lambat dilakukan dua hari setelah novel selesai dibaca. Karena lewat dari dua hari memori segar dan paling jujur di otak tentang novel tersebut sudah tidak segar lagi.
Kita mungkin sudah melupakan beberapa detail kecil yang mengganggu, atau beberapa perasaan spesifik saat tengah membaca. Padahal momen-momen kecil itulah yang paling menarik untuk dibahas dalam review.
Tanpa penjabaran momen-momen spesifik, review yang kita buat akan terasa hambar sebab tidak ada bedanya dengan ulasan singkat berisi rangkuman-rangkuman non-faedah. Akibatnya review jadi membosankan, karena pembaca tidak bisa merasakan emosi di dalamnya.
Nah, untuk menghindari hal tersebut, aku pribadi membuat satu template di Ms. Word yang khusus digunakan untuk membuat draft review. Tampilannya sama seperti di Blog supaya seolah-olah aku sedang menulis langsung di blog.
Setelah draft dibuat, tinggal pindahkan ke postingan Blog-edit-publish. SUPER EASY, RIGHT!?
Sebenarnya itu bukan tips dan trik. Hanya kadang-kadang aku tidak punya kuota untuk membuka Blog. Mau tidak mau ya di Ms. Word (Bruuh). Jadi kalau kalian bisa langsung membuat draft di postingan Blog, itu bisa lebih bagus. Meringankan pekerjaan!
5. Cobalah Menjadi Jujur dan Adil
Tidak bisa dipungkiri kalau sebuah review mustahil bisa 100% Objektif, sebab selera orang yang berbeda-beda. Itu juga menjadi alasan kenapa pasti ada pro dan kontra dalam setiap review. Kalau tidak percaya, coba lihat Goodreads dengan segala opini-opini berfaedahnya.
Tapi eh tetapi, satu hal yang sangat bisa kita lakukan adalah menjadi jujur dan adil.
Misalnya dalam kasusku, aku benci novel terbitan Watpat. Apakah aku selalu hanya menyebutkan hal-hal jelek pada novel-novel Watpat? Tentunya tidak. Begitupun sebaliknya, aku cinta novel Fredrik Backman, tapi apakah sama sekali tidak ada kekurangan dalam novel ciptaan belio? Eh, ternyata memang ada kekurangan, meskipun kekurangan itu juga masalah selera.
Setiap novel pasti memiliki kekurangan dan kelebihan dari berbagai aspek. Bisa secara struktur, secara harfiah, atau selera masing-masing orang. Jadi jangan karena kita tidak menyukai si penulis, novel yang sebenarnya bagus malah dibilang jelek. Begitu juga sebaliknya.
Dengan menjadi jujur dan adil barulah review novel yang kita buat bisa dibilang kredible dan barokah. Jadi bagaimana? Apakah kalian tergugah untuk membuat review novel, atau review media lain barang kali?
Sampai jumpa di kesempatan lain ^o^/
Comments
Post a Comment