Best Friend Forever (HSP #3)


Judul : Best Friend Forever (High School Paradise #3)

Penulis : Orizuka

Penerbit : Puspa Populer

Tahun Terbit : 2012

ISBN : 9786028287760

Tebal : 168 Lembar

Blurb :

Siapa yang tidak kenal dengan empat cowok keren di SMP Athens? Jago bola, super tampan, plus punya otak alias pintar? Yeah, tebakan kalian benar. Sid, Cokie, Rama, dan Lando. Apa yang kira-kira terjadi pada mereka kali ini ya? Dihukum guru? Menang tanding bola? Atau dikejar cewek-cewek cantik?

Hmmm... mereka pengen cerita awal persahabatan mereka yang ternyata dimulai dari berkelahi.
Nah, di sini, Sid, Cokie, Rama, dan Lando akan membuka rahasia-rahasia yang selama ini off the record. Padahal, kisah mereka sangat berwarna kayak pelangi, penuh canda tawa, juga tangisan mengharu-biru.

Shhhsssttt....ada cowok keren baru juga di sini. Penasaran? Cek langsung aja deh!
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Penebus Kesalahan Penulis

Halaw, Pembaca Budiman! Balik lagi bersama Impy Island, alias tukang review julid bersertifikat.

So ... begitu selesai membaca High School Paradise pertama dan kedua, yang untuk beberapa alasan menghabiskan waktu DUA BULAN, aku sebenarnya tidak begitu tertarik membaca novel ketiga, sebab kupikir cuma akan menjadi kelanjutan kisah cinca UwU remaja di era Golden Decade, mungkin sedikit bumbu-bumbu drama. Itu akan sangat membosankan.

Ternyata eh ternyata, blurb novel Best Friend Forever menunjukkan bahwa kisah yang diangkat novel ini adalah prekuel. Cerita awal dari persahabatan empat serangkai Sid, Lando, Cokie, dan Rama sebelum mereka masuk SMA Elit Athens. Nah, aku pun sangat tertarik. Itu memanglah kisah yang ingin kuketahui! Makanya aku buat saja reviewnya sekalian. Toh ini buku terakhir.

Juga supaya blog review ini tidak sepi-sepi amat di penghujung bulan, xixixi. Walapun pada akhirnya review ini bakal publis di awal bulan, mari bicara jujur. (Plakk!)

Untuk sampul, masih satu tema, masih satu layout, dan yang pasti seragam. Sampul novel berseri yang seragam selalu menjadi nilai lebih di mataku, okhay! Jadi tanpa berlama-lama, mari kita pergi ke masa lalu, supaya mengetahui kenapa Empat Serangkai begitu getol kepengin punya ekskul Bola Brekele itu.

B. Plot

Sebelum melangkah lebih jauh, ekspektasiku (barangkali pembaca lain) dalam novel "Prekuel" ini boleh jadi sama, yaitu 'Bagaimanakah gerangan awal pertemuan Empat Serangkai (Sid, Lando, Rama, Cokie) hingga mereka bersahabat baik?' Juga, 'Apakah gerangan peran sepak bola dalam sejarah tersebut?'

Apakah aku mendapatkan jawaban dari kedua pertanyaan tersebut? Well ... Iya dan Tidak untuk keduanya.


Iya, aku mendapatkan kisah awal pertemuan mereka. Penulis konsisten memulai cerita Empat Serangkai ketika mereka SMP, artinya tidak ada plot hole. Harus kusebut juga kalau awal pertemanan mereka UwU, reletable, dan manuk akal, terutama untuk cowok. Percayalah, aku anti melakukan stereotipikal, tapi cara anak cowok dan anak cewek dalam memulai pertemanan memang sangatlah berbeda.

Anak cewek memulai pertemanan dengan langkah-langkah yang panjang, spesifik, dan tak terduga. Namun oh nenamun, cowok bisa saling tabok untuk kemudian menjadi best friend forever detik berikutnya. Aku bicara sebagai salah satu dari anak baru di kelas 5 SD, bersama satu anak baru lainnya yang kebetulan cowok.

Aku mendapatkan teman sebulan setelah masuk sekolah, sementara anak baru cowok yang masuk berbarengan denganku dapat teman SETELAH JAM ISTIRAHAT!!! Buku ini cukup menggambarkan betapa gampangnya anak-anak cowok memulai pertemanan, dan aku suka itu.

Nah, sedangkan TIDAK untuk kontribusi sepak bola yang benar-benar kosong dalam sejarah pertemanan Empat Serangkai. Tidak semestinya sepak bola menjadi lem pengikat persahabatan mereka, sebab sepanjang buku mereka pun cuma bermain bola sekali. Itu pun bukan dalam konteks yang benar-benar penting. Mereka cuma KEPENGIN MAIN BOLA.

Mau tahu apa yang benar-benar mengikat Empat Serangkai? Tidak lain dan tidak bukan adalah The Goody Two Shoes Character kita Rama. Betul ... Rama yang pertama kali mengakrabkan diri pada Sid, Rama yang tak gentar mengejar Lando, Rama yang mengajak tiga teman lainnya bermain bola, belajar bersama, mengejar tujuan yang sama.

Itu bukan alasan berteman yang buruk sama sekali, aku malah senang penulis menebus kesalahan menganak-tirikan Rama di buku pertama, dengan menjadikan Rama anak emas di novel ini. Namun oh nenamun, itu membuat konflik Bola Brekele yang sangat diusung novel ini semakin useless sahaja. Semakin membuktikan bahwa bola tidak berpengaruh apa pun pada pertemanan mereka. Jadi kenapa digembar-bembor???

Ekhem ... marilah jangan membahas hal-hal di masa lalu.

Tadi aku bilang bahwa novel ini adalah cara penulis menebus kesalahan, karena menganak-tirikan beberapa tokoh. Maka penulis memperjelas beberapa latar belakang tokoh, memberi mereka lebih banyak jam tayang. Itu juga terjadi pada Lara dan Zai. Ada juga pendalaman kisah Cokie-Via, serta orang di masa lalu Cokie, yang aku punya beberapa masalah.

Kita mulai dari kisah pertemua Rama dengan Lara yang boleh kubilang agak problematik, tapi juga unik, sebab jarang-jarang aku menemukan dinamik pasangan di mana perempuan lebih tua dari laki-lakinya. Hubungan mereka agak problematik sebab Rama berusia 15, sementara Lara berusia 18 saat pertama mereka bertemu. Kemudian mereka mulai pacaran setahun kemudian di mana Rama berusia 16 dan Lara berusia 19.

Umm, maap nih ... sebelumnya Lara bilang bahwa Rama "terlalu muda" untuk jadi pacarnya. Tapi setelah itu dia mau pacaran dengan rama setahun kemudian??? Literally nambah umur sebiji doang??? Oke fisik Rama tinggi-besar dan Rama bersikap dewasa untuk anak seusianya.


NAMUN!!! "Bersikap dewasa untuk anak seusianya" adalah kalimat justifikasi mengerikan yang biasa digunakan pria dewasa untuk memacari anak perempuan di bawah umur, dan itu juga mengerikan saat digunakan wanita dewasa untuk memacari anak laki-laki di bawah umur. Mungkin aku berpikir kejauhan untuk novel Teenlit ringan.

Walaupun mereka tidak bertingkah aneh sama sekali saat PDKT, tidak ada jokes kotor, intensi buruk, atau bahkan nyerempet-nyerempet romantis. Ayolah, kita membicarakan seorang Rama di sini! Jadi Rama bisa kenal Lara, sebab adik Lara (Wisnu) tidak masuk sekolah beberapa minggu, dan sebagai Ketua Kelas bertanggung jawab, Rama pun berkunjung ke rumahnya.

Ternyata eh ternyata Wahyu terjangkit tumor otak, dan akibat kehabisan dana dia harus rawat-inap di rumah. Di sisi lain, Lara merasa orang tuanya menganak-emaskan Wahyu, dan tidak memedulikannya. Makanya Lara menjadi anak nackhal, rebel, sampai menggunakan obat terlarang. Wow. Sampai tentu saja Rama datang memberi ceramah khas Naruto sehingga Lara sadar kalau ternyata keluarganya juga menyayanginya.

Okhay ... di sini aku bingung. Novel Teenlit sederhana begini tiba-tiba mencantumkan konten dark seperti obat-obatan terlarang dan kematian seseorang akibat penyakit kronis. Tapi mereka tidak mau mencantumkan konten yang lebih dark untuk alasan Pak Gozali trauma main bola? Literally cuma keseleo kaki doang ngebikin tuh Bapacc menghapus Sepak Bola dari kurikulum sekolah!!!

Gak habis thinking deh guweh!!!

Di sisi lain, ada cerita Cokie dan Via pasca pacaran. Menurutku tidak ada perbedaannya sama sekali. Tetap Cokie yang dikerubungi ciwi-ciwi, tapi sekarang dia sudah punya Via. Namun oh nenamun, sekarang malah Via yang bertingkah ketakutan Cokie genitin cewek lain dan selingkuh.

Padahal, di novel kedua Via dan Cokie bisa pacaran memang karena Via tidak peduli kalau Cokie adalah Playboy yang dikerumuni cewek-cewek. Sekarang dia malah mengeluh kalau memacari cowok playboy sangat sulit dan menyakitkan dan tidak enak. Logikanya, Via sudah bisa menerima risiko itu. Apa lagi mereka sudah pacaran hampir dua tahun.

Kalau Via akhirnya peduli dan overthingking pada fakta bahwa Cokie Playboy, artinya titik awal Via pacaran sama Cokie sudah tidak ada lagi, dong? Mereka harusnya putus, dong?

BUT WAIT!!!

Mereka memang putus di akhir cerita dan belum balikan lagi entah sampai kapan! Jadi marilah kita beri tepuk tangan kepada penulis, karena telah menunjukkan sesuatu yang masuk akal, dan cocok pada pakem sebab-akibat yang memang hal paling krusial dalam sebuah cerita.

Pertanyaan sesungguhnya, apakah novel ini benar-benar Prekuel seperti yang kuharapkan?

Well yes, but also no ....

Kisah pertemuan Empat serangkai cuma ada di satu bab, kisah Lara dan Rama juga satu bab. Sedangkan, bab-bab lain semacam spin-off untuk para tokoh yag tidak terlalu mendapatkan banyak adegan di novel pertama dan kedua.

Also ... aku menolak untuk mebaca chapter Zai dengan love interest-nya yang bahkan sudah kulupakan namanya. Kisah itu tidak menambahkan apa pun ke dalam cerita. Sekali lagi, karena Zai tidak terlalu banyak berperan di novel pertama dan kedua, penulis merasa bersalah kemudian menambahkan ceritanya eksklusif sepanjang satu bab dalam novel ini.

I don't care gitu, loh!

Yah, sejatinya novel ini tidak seharusnya ada. Mungkin bisa dikerucutkan khusus ke kisah pertemuan Empat Serangkai, serta bagaimana sepak bola menjadi pengikat mereka. Bukan malah menjadikan hal yang seharusnya merekat sebagai hal minor. Kemudian menambahkan kisah-kisah yang tidak berpengaruh apa pun ke cerita, bahkan tidak ada yang minta!

Sayang beribu sayang.

C. Penokohan

Rama. Guweh gak peduli penulis menganak-emaskan Sid, karena aku jelas menganak-emaskan Rama. Dia ini tipikal too good to be true, tapi juga wholesome. Aku berharap Rama benar-benar ada di dunia nyata, dunia akan jauh lebih baik. Also ... alih-alih sepak bola, pemersatu Empat Serangkai harusnya Rama. Udeh gitu aje!

Lando. Kalau dipikir-pikir, persahabatan Empat Serangkai sama sekali bukan karena sepak bola. Lebih karena Rama penasaran sama Lando, bersimpati, sampai akhirnya memutuskan untuk menjadikannya teman. Latar belakang Lando juga diceritakan ulang tanpa ada pendalaman. Aku masih berharap adegan ibu Lando yang meninggalkan keluarganya.

Alasan sang ibu apa, debat antar ibu dan ayah, debat antar ibu dan Lando sendiri, pembelaan ibunya, siapa orang yang membawa pergi ibunya. Kenapa tidak diperdalam semua itu? Alih-alih kita kembali dikasih adegan Lando berteman dengan preman, berantem, berbuat nakal, dan lain-lain. Itu sama saja dengan novel pertama dan kedua, tidak ada perkembangan yang lebih barokah.

Sid. Tidak banyak yang bisa kukatakan tentang Sid. Di sini dia tidak terlalu menonjol. Lebih ke konflik mamanya dan Gozali yang secara harfiah tidak ada beda dari novel pertama. Sid masih tetap malu menjadi anak sambung Gozali, tapi dia menyayangi ibunya maka dia berusaha untuk ikhlas. Plus, dia akan punya adik. So, it's a good news.

Cokie. Sekali lagi, penulis gagal menangani Cokie. Padahal Cokie punya konflik masa lalu di sini, tapi secara keseluruhan masalahnya sama. Di buku pertama dia paling ganteng, tapi Playboy. Di buku kedua, dia paling ganteng, tapi udah bukan Playboy. (Menghela napas). TIDAK ADAKAH KEPRIBADIAN LAIN COKIE SELAIN GANTENK???

Bahkan di epilog, ketika mereka semu sudah dewasa dan seharusnya mempunyai perubahan kepribadian yang signifikan, penulis malah kebingungan apa yang sudah dikembangkannya dari Cokie. Sampai-sampai belio cuma menulis, "Cokie masih tetap ganteng." I don't need those!!!

Julia. Mungkin satu-satunya tokoh Not Like Other Gorl yang berhasil. Dalam artian, dia tidak terlalu feminim, dia bawel dan ceria, rada tomboy. Tapi dia tidak pernah memproklamirkan dirinya berbeda, tidak juga menjelek-jelekkan perempuan lain. Dia bahkan sering memuji Aida, she is the girls girl!

Aida. Sayang sekali, Aida tidak termasuk ke dalam tokoh-tokoh yang mendapatkan permintaan maaf di sini. Aida masih tetap tokoh pasif, pendamping Lando. Perkembangan tokohnya cuma berputar pada Lando dan keluarganya. Sebagai penyelamat keluarga yang rusak. What a shame, padahal dia termasuk tokoh wholesome semodel Rama.

Lara. Arrgh!!! Latar belakang Lara tidak sesuai kemauanku!!! Aku berharap Lara dan Rama bertemu di tempat kuliah, atau di kafe, atau tempat cerdas lainnya. Sebab aku mengharapkan Lara menjadi cewek berpemikiran dewasa sehingga Rama untuk pertama kalinya mendapatkan nasehat alih-alih memberi nasehat.

Dari situ mereka akhirnya cocok, satu pemikiran, menjalin hubungan yang sehat, sebab keduanya sama-sama pintar. Oh, itu akan menjadi kisah cinta UwU yang sehat! Sayangnya, berkebalikan dari itu, Lara malah childish dan rebel. Lagi-lagi Rama harus jadi yang paling dewasa dan memberi nasehat barokah. Ah, aku kesal sama keputusan penulis ini!

D. Dialog

Pendapatku masih sama seperti dialog dalam novel-novel Golden Decade lain. Terasa natural, mengalir, sederhana tapi tidak ping-pong. Setiap dialog membuat plot berjalan, kalaupun cuma sekadar filler, itu menunjukkan kepribadian masing-masing tokoh. Aku bahkan menemukan sebutan-sebutan yang tidak aku ketahui.

Seperti "Asyik Masyuk". What the heel is that slang?

Rasanya aku cukup aktif hidup di tahun 2009-2010, otakku juga sudah bekerja dengan baik, tapi kenapa aku tidak tahu apa itu "Asyik Masyuk"? Dan setelah kutanya Mbah Gugel ternyata artinya "Selamat Bersenang-senang".

Waitaminit, kenapa aku merasa bukan itu arti sesungguhnya, If you know what I mean ( ͡° ͜Ê– ͡°)

E. Gaya Bahasa

Selain pengembangan beberapa konflik yang kureng, aku tidak punya masalah pada gaya bahasa novel ini. Masih sama seperti novel sebelumnya, khas Golden Decade, kekurangan merangkum sesuatu sebelum menjabarkannya juga masih ada, cuma memang tidak sebanyak dua novel sebelumnya.

Aku juga merasa konflik Sid dan Cokie tidak ada bedanya. Sama-sama kedatangan orang dari masa lalu dan mengancam hubungan dengan pacar sekarang. Bukannya tidak berhasil, tapi kayak bosan aja gitu, h3h3. Memang tidak ada kah konflik lain dalam hidup mereka selain tentang cinta???

Tunggu dulu ... segmen ini seharusnya membahas gaya bahasa, bukan konflik! Aku akan menambahkan, kalau novel ini menyantumkan ilustrasi. Kalian tahu aku sangat suka ilustrasi, jadi itu bisa jadi nilai tambah. Walaupun gaya ilustrasinya bukan seleraku.

Namun, sekali lagi, mengikuti kemauanku mah tidak ada habisnya, yakan.

F. Penilaian

Sampul : 2

Plot : 2

Penokohan : 2

Dialog : 2

Gaya Bahasa : 2,5

Total : 2,5 Bintang

G. Penutup

Mari kita tutup seri High School Paradise dengan tepuk tangan meriah. Kadang kala kita memang butuh asupan Teenlit era Golden Decade barang sekali dua kali. Apakah nantinya akan jadi Review Puja-puji, atau malah Review Julid itu tidak penting. Era ini akan tetap menjadi era Teenlit terbaik.

Selain nostalgia, konflik di dalamnya terasa lebih masuk akal daripada Teenlit era Watpat, apa lagi era Platform yang sedang terjadi saat ini. Eugh, Brother, eugh!!! Aku tidak ingin menyentuh genre Teenlit sama sekali di kedua era tersebut.

Anyways, penulis HSP, yaitu Orizuka memang termasuk penulis Teenlit populer di era Golden Decade. Walaupun aku tidak begitu mengikutinya, sebab aku lebih ke Primadonna Angela Gorl. Bukan berarti keduanya bersaing, hanya saja mereka berdua memang termasuk Top Three penulis Teenlit, bersama Luna Torashyingu.

Ada satu series lagi dari Sodari Orizuka yang kepengin banget aku baca sejak zaman SMP, yaitu seri The Chronicle of Audy. Aku akan memasukan seri itu ke dalam daftar bacaan, meskipun entah kapan bakal dibaca, h3h3 ....

Nah, segitu dulu review kali ini. Jangan lupa, pilihlah Teenlit yang tidak mengandung romantisasi tindak kriminal untuk kesehatan mental kalian! Bacalah Teenlit era Golden Decade

Sampai jumpa di review barokah lainnya ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Matahari Minor

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)

Sky Academy