Sky Academy


Judul : Sky Academy

Penulis : Cyndyana. H

Penerbit : Fantasious

Tahun Terbit : 2024

ISBN : 9786233101851

Tebal : 400 Halaman

Blurb :

Sky Academy telah dibuka secara resmi. Anda diundang secara terhormat oleh pihak kami untuk mengunjungi Sky Academy yang terletak di xx, persimpangan xxx, dari utara.

Kembali dengan perjalanan Piya dan teman-temannya untuk melanjutkan pendidikan sihir mereka di Sky Academy. Sekolah sihir itu konon katanya menyediakan fasilitas terbaik untuk para penyihir. Namun, kedatangan Piya dan teman-temannya ternyata bukan hanya untuk bersekolah, melainkan untuk menyelesaikan sebuah misi mengumpulkan para peri dari dimensi lain.

Dunia sihir sekali lagi terancam, kali ini oleh penyusup. Dunia sihir membutuhkan para hidden power dan penyihir lain untuk menyelamatkan mereka. Namun, bagaimana jika di antara pemilik hidden power justru terlempar ke linimasa bertahun-tahun lalu? Akankah mereka berhasil?
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Sekuel yang (Tak) Terlupakan

Zaman dahulu kala (2017), ketika aku masih aktif di Watpat, ada satu novel fantasi yang cukup populer berjudul Little Magacal Piya. Aku pribadi tidak pernah tertarik membaca novel tersebut di Watpat, sebab mengangkat latar dan suasana Jepang. Jujurlly, sebagai pemuja Western, aku agak alergi pada novel bernuansa jejepangan. Bukan karena hal negatif, melainkan cuma masalah selera.

Namun, ketika Little Magacal Piya terbit sebagai novel fisik, aku mungkin malah jadi pembeli pertama. Kenapa? SAMPULNYA BAGUS BANGET, BJIR!!! Dari gambar, tata letak, tekstur, sampai ketebalan novel Little Magacal Piya sangat-amat sempurna untuk dipajang, atau sekadar diraba-raba. Meskipun pada akhirnya aku butuh waktu DUA TAHUN hanya untuk menyelesaikan novel itu!


Selain mengambil latar Jepang, layout terlalu rapat serta ukuran font terlampau kecil juga menjadi penghambat saat membaca novel ini. Little Magacal Piya (LMP) tergolong novel Slow Burn, alias punya alur lambat. Tak jarang aku ketiduran akibat banyaknya adegan santai, tanpa hal nendank yang membuatku semangat membalik tiap lembar buku.

Belum lagi World Building tidak konsisten. Latar jepang, tapi nuansa, nama tempat, nama jurus malah terasa Western. Kayak ... penulis belum sempat mengembangkan dunia ciptaannya, masih comot san-sini sebagai referensi, tapi sudah kepalang terbit. Padahal kalau cerita itu diendapkan lagi beberapa saat, aku yakin penulis bisa membuat dunia yang benar-benar solid.

Di balik semua kekurangan itu, entah kenapa aku tetap menyukai novel ini. Mungkin karena sampul yang sangat buwagus, mungkin karena ini Middle Grade (Saat itu usia tokoh 13-15 tahun). Apa pun itu, aku tidak pernah benar-benar menjulid buku ini dalam review (Bisa kalian baca di sini).

PERCEPAT TUJUH TAHUN KEMUDIAN! Ternyata Little Magacal Piya dibuat sekuel yang berjudul Sky Academy, dan itu membuatku sangat-sangat-sangat marah. Marah karena ... MEREKA MENGGANTI SAMPULNYA! Bahkan mengganti sampul novel LMP!

Sampul Little Magacal Piya sekarang

Kenapa oh mengapa Neptunus melakukan ini padaku? Padahal sampul versi pertama sudah secara harfiah SEMPURNA, tapi tim penerbit berpikir mereka punya ide brilian untuk "meningkatkan" lagi hal yang sudah jelas-jelas perfekto.

Dan menurutku sampul versi baru ini ... Bagus juga sih, jadi aku tidak akan banyak protes, h3h3 ... (digampar). Aku suka vibe fantasi dan warna biru-biru lembu itu, hanya saja kalau dibandingkan sampul novel Little Magacal Piya versi awal, sampul versi ini jelas kalah talak. Terlalu di-simple-isasi.

Cover Sky Academy di sisi lain, aku sukak vibe fantasinya, warna ungu lavender serta penampakan kastel melayang di atas awan juga bikin penisirin. Apa lagi ada ilustrasi peri ala Tinkerbell juga di situ. Dan semua orang tau Tinkerbell berhubungan dengan Peter Pan, dan apa pun yang berhubungan dengan Peter Pan pasti aku sukak.

Nah, tanpa berlama-lama lagi, mari kita jelajahi dunia sihir di Sky Academy!

B. Plot

Biar aku wanti-wanti sejak awal ... aku lupa sutuhnya bagaimana jalan cerita novel Little Magacal Piya (LMP). Ayolah, tujuh tahun sudah berlalu! Kalian berharap apa dari otak 50Kb-ku? Namun, aku ingat LMP adalah tipikal Harry Potter wannabe. Sekolah sihir, sapu terbang, ramuan, mantra-mantra, dan lain sebagainya. Di tahun 2017 tema sekolah sihir memang tengah menjamur.

Aku cuma berharap Sky Academy tidak terlalu mengharuskan kita untuk membaca LMP terlebih dahulu, sebab woohoo ... aku tidak punya waktu untuk itu saat ini! (lirik daftar baca fisik dan non-fisik). Kalau dulu aku membutuhkan waktu dua tahun untuk membaca LMP, bayangkan berapa lama aku harus membacanya sekarang!!!

Ternyata eh ternyata harapanku langsung terkabul, lantaran Sky Academy terasa seperti cerita baru. Meskipun memang ada beberapa adegan yang mencantumkan footnote berisi kejadian di LMP, dan kita harus membacanya untuk mengetahui sebuah konteks. Tapi rasanya adegan-adegan itu tidak terlalu berpengaruh untuk plot utama.

Sky Academy masih mengangkat tema sekolah. Namun, alih-alih sekolah sihir, kini Sky Academy adalah tipikal X-Men dan/atau Sky High, alias sekolah tempat anak-anak berkemampuan khusus bersekolah. Kalau dulu sekolah sihir di LMP berada di Dimensi Sihir, sekarang Sky Academy ada di dunia manusia.

Itu sebabnya Sky Academy menyamar menjadi sekolah elit bernama Gouken Sora, dan manusia tanpa kemampuan sihir juga bisa bersekolah di situ. Anehnya, dalam surat undangan masuk ke Sky Academy, tertulis 'xxx' sebagai alamat, seolah itu adalah sebuah rahasia (baca paragraf pertama pada Blurb). Padahal Gouken Sora juga ada di alamat tersebut.

Kenapa tidak ditulis saja alamatnya daripada cuma xxx? Toh, para manusia tanpa kemampuan sihir tidak akan tahu keberadaan Sky Academy, sebab mereka akan melihat nama serta alamat Gouken Sora dalam surat undangan itu. Aku jadi berpikir penulis ogah-ogahan mencari nama konkret untuk World Buildingnya, atau dibuat xxx supaya kelihatan keren dan misterius aje.

ANYWAYS!!!

Sky Academy dibuat lantaran ada peri-peri dari dimensi lain bernama Scyhorizone (Susah tulisannya, Bjir!) yang memiliki kekuatan sama persis dengan para penyihir manusia, dan mereka boleh jadi berbahaya bagi dimensi manusia. Tugas para Penyihir Manusia di sini adalah menangkap peri-peri tersebut untuk dipelajari(?) lantas dipulangkan ke dimensi asalnya.

Di luar semua itu, Door Connection (penghubung dimensi sihir dan manusia) juga sedang dalam masalah, sebab sering mengeluarkan makhluk-makhluk awikwok. Misalnya saja monster api yang memporak-porandakan sekolah, serta peri-peri itu. Setelah gono-gini dan anu-anu, barulah disadari bahwa makhluk-makhluk ini juga korban.

Korban dari seorang Penyihir Terkutuk yang ingin menghancurkan seluruh dimensi. Bak Galactus yang gemar berkeliling semesta, memakan planet-planet bernutrisi demi kebutuhan primer pangan, Penyihir Terkutuk ini berkeliling universe dan menghancurkannya untuk ....

AKU LUPA DIA BERBUAT BEGITU BIAR KENAPA! Tapi aku rasa ada hubungannya dengan menjadi kuat dan tak tertandingi.

Seperti novel pendahulunya, tokoh utama kita (Rin dan/atau Piya) mempunyai kemampuan Wings Maker, serta menjadi incaran semua makhluk jahat di dunia. Rasanya fakta itulah yang menjadi pendorong keseluruhan plot. Tokoh utama yang terpilih dan semua orang jahat ingin memiliki atau membunuh si tokoh utama. Lantas tokoh-tokoh lain bertugas untuk melindungi si tokoh utama.

Hal yang kurasakan sepanjang membaca novel adalah, tidak adanya adegan klimaks sehingga aku benar-benar dibuat bosan hanya disuguhkan kejadian begini, kejadian begitu. Sepertinya itu juga yang menjadi alasanku membaca LMP sampai nyaris dua tahun, karena minim aksi, cerita yang terlampau santai, serta tokoh-tokoh yang terlalu banyak, tapi perannya begitu semu.

Kalau kalian bertanya siapa tokoh jahat? Siapa tokoh baik? Siapa tokoh abu-abu? Siapa tokoh twist? Aku tidak akan bisa menjawabnya, sebab mereka semua datar. Mereka cuma ada sebagai tokoh, tapi tidak terlalu punya kepribadian, bahkan tidak punya peran signifikan. Padahal tokoh dalam novel ini begitu banyak, tapi tidak satu pun yang berkesan.

Mungkin karena ini mengangkat konsep Jepun sehingga isi di dalamnya lebih menjurus ke Light Novel daripada Novel Konkret. Setiap adegan novel ini benar-benar cuma jalan-jalan, mengobrol, jalan-jalan lagi, mengobrol lagi sambil sesekali diselipkan secuil adegan bertarung. That is so boring, i can't even talk about it ....

Sekarang aku malah bingung mau membahas apa dari segmen plot. Bahkan pertanyaan 5W1H tentang si Penyihir Terkutuk tidak terjawab sampai akhir. Penulis malah mendorong pembaca untuk penasaran, lantas membeli novel ketiga, yang entah akan digarap berapa tahun lagi. Atau bisa jadi malah cepat, we never know.

Hmm ... sebenarnya aku suka bagian traveling-traveling waktu yang berisi paradox, dan amanat bahwa "sejarah tidak dapat diubah". Tapi eh tetapi, alasan mereka melakukan itu aku rasa terlalu egois. Masa iya aku harus peduli saat para tokoh melakukan perjalanan waktu, tapi yang diubah cuma hal-hal sepele seperti obrolan UwU, pengikhlasan untuk diri sendiri, atau bahkan menemui orang terkasih sebelum meninggal.

Faedahnya adegan traveling waktu tadi untuk keseluruhan cerita itu mana? Gitu, loh!

Ya, mungkin segitu saja pembahasan plot novel Sky Academy. Aku sendiri tidak menyangka bakal sesingkat ini. Habis ... tidak ada lagi yang bisa digali.

Jadi apa pelajaran yang kita dapat? Bahwa ternyata penggarapan bertahun-tahun tidak menjamin bisa menciptakan cerita epik. Barangkali penulis cuma sedang sibuk, jadi tidak pernah ada waktu senggang untuk menulis. Padahal pembaca dan penerbit sudah mendesak.

"Thor, ayo dong bikin lanjutannya! Kalau menunggu sampai sepuluh tahun cuwan-nya udah gak ada! Kau bukan Tere "Tell" Liye!!!" jerit Penerbit suatu hari.

"Iye nih guweh bikin! Puas loh semua!" Begitulah kata penulis setelah 6,8 tahun ditekan.

Dari percakapan tersebut, novel Sky Academy pun digarap hanya dalam jangka waktu beberapa bulan sahaja.

Ya, itu caraku mengatakan kalau penulis benar-benar belum rampung dalam membangun unsur-unsur intrinsik novel ini, terutama dari penokohan dan world building.

C. Penokohan

Rin (Piya). Alasan Piya menjadi tokoh utama benar-benar sepele menurutku. Dihadiahkan kekuatan super-duper-ultra-mega rare oleh penulis, bukan hanya satu, melainkan DUA! Keduanya membuat Piya jadi orang yang super penting, diincar banyak musuh sehingga mau tidak mau seluruh konflik adalah tentang menyelamatkan Piya, atau menjaganya tetap aman.

Aku tidak bisa juga menyebut Piya Mary Sue, sebab dia tidak sengeselin Mary Sue. Dia juga bukan trope Not Like Other Gorl yang patut dihina-hina. Sejujurnya, dia sangat likeable dan budiman sebagai Protagonis. Tidak ada alasan konkret untuk aku tidak tertarik padanya selain fakta bahwa Piya SANGAT MEMBOSANKAN!

Mungkin Piya adalah contoh dari kalimat "Protagonis rasa NPC" seperti yang sering disebut penulis-penulis pecinta Jepun. Mari kita lohat, Piya tidak pernah berkorban, tidak pernah memberi ide barokah, tidak melakukan sesuatu yang berdampak besar pada plot. Sekalinya ada adegan seru, dia malah PINGSAN, dan membawa serta pembaca ke alam bawah sadarnya!

Boo-boo ... kita mau lihat perang dan pertempuran, bukan elu yang pengsan seperti Damsel in Distress! Piya mungkin contoh paling buruk dari trope "Sang Terpilih". Sedihnya, aku bahkan tidak tega memberi gelar "terburuk" itu, lantaran tokohnya tidak problematic atau unlikable sama sekali. Dia cuma SANGAT MEMBOSANKAN.

Kazuto (Tazu). Sangat tipikal cowok dingin di anime atau manga. Belakangan ini aku membaca ulang manga Throbing Tonight, ada tokoh yang bernama Shun Makabe, dan boleh kukatakan itu 100% Tazu. The Archtype of Cool Boy lah istilahnya.

Gambaran Tazu di kepalau (Alias Makabe)

Peran Tazu dalam novel pun rasanya kurang memukau. Sebagian besar hidupnya cuma jadi pelindung Piya. Aku, benar-benar tidak menemukan apa sesungguhnya peran Tazu dalam kisah ini. Dia bukan pangeran tertukar, bukan "Anak yang Selamat", bukan cowok cupu yang sebenarnya CEO Mafia. Dia bukan siapa-siapa!

Seperti hal-nya Piya, dia SANGAT MEMBOSANKAN.

Kayato dan Kayaka. Kakak beradik yang tugasnya dalam novel juga sebagian besar melindungi Piya dari segala hal awikwok. Aku suka tokoh kakak beradik yang menunjukkan kepedulian mereka sebagai kakak beradik. Untungnya, hal itu ditunjukkan Kayato dan Kayaka. Mereka saling melindungi, tapi juga sering berselisih paham. Ilike that about them. But THATS IT!

Mungkin ada lima sampai sepuluh tokoh lain dalam novel ini yang tidak mampu aku jabarkan satu per satu, atau aku analisis penokohannya, sebab mereka se-bland itu. Tidak ada yang punya ciri khas, tidak ada yang berperan penting, tidak ada mentor, tidak ada yang menjadi penggerak cerita. Mereka cuma hadir, dijabarkan dengan kekuatan-kekuatan keren yang pada akhirnya tidak terlalu berpengaruh juga ke cerita.

D. Dialog

Penikmat Jejepunan sering kali mengatakan kalau Light Novel merupakan jenis novel yang serba ringan termasuk juga mungkin dialognya. Aku tidak pernah membaca Light Novel, tapi rasanya Sky Academy adalah contoh nyata dari apa yang dimaksud dengan "dialog sederhana khas Light Novel". Tidak pernah ada yang terlalu serius atau menegangkan di sini.

Dialog dalam Sky Academy banyaknya berisi interaksi para tokoh. Entah Piya dan Tazu, Piya dan teman-temannya, Tazu dan teman-temannya. Para tokoh di sini tidak pernah mengeluarkan dialog ultimatum, alias dialog menggebu-gebu. Tidak juga membuat praduga atau presepsi. Kayak ... sunshine and rainbow tiap saat aja gitu.

Jujurlly, aku selalu suka dialog-dialog sepele, yang menunjukkan interaksi natural tokoh. Entah saling membenci, saling suka, atau sekadar mempererat kemistri. Di beberapa adegan Tazu dan Piya ngobrol pun memang terasa UwU. Apa lagi saat Tazu dan Piya membuat janji kalau mereka akan satu sekolah dan duduk satu bangku.

Piya lupa akan janji itu (untuk satu dan dua alasan), tapi Tazu tidak pernah lupa. Pada akhirnya mereka benar-benar duduk satu bangku di sekolah sihir. They are so cute. Namun, oh nenamun seperti hal bagus yang terlalu banyak, jadinya malah tidak eneg, dan tentu saja ... MEMBOSANKAN!

E. Gaya Bahasa

Lagi-lagi protes segmen Gaya Bahasa bersangkutan dengan penggunaan POV tidak konsisten. Dikit-dikit POV1, tiba-tiba ganti POV3, ganti lagi ke POV1 tapi beda tokoh. It's giving ... confusion. Daripada mencari cara supaya penceritaan bisa masuk akal dan tetap memakai POV1, penulis malah cari mudah dengan gonta-ganti POV seenaknya.

Dari sisi editing juga suka ada kekeliruan atau bisa dibilang ketidak-konsisten-an pada panggilan-panggilan masing-masing tokoh. Kayak di satu waktu tokoh Kayato disebut "Senpai", tapi detik berikutnya dipanggil "Kakak". Begitu juga panggilan guru "Sensei" yang beberapa kali kelolosan benar-benar disebut "Guru".

Tidak berpengaruh ke cerita sama sekali. Namun, untuk novel yang digarap selama tujuh tahun, tentunya pembaca mengharapkan hal yang nyaris sempurna, bukan? Apa maksud kalian cuma aku yang berpikir begitu? 👁️👄👁️

Kalu dari sisi World Building. Entahlah ... mungkin karena ini novel kedua jadi penulis sudah tidak begitu menjabarkan detail dunia ciptaannya. Berharap pembaca sudah tahu atau minimal membayangkan sendiri. Tapi ... aku berharap deskripsi dunianya bisa lebih ditonjolkan, bukan sekadar sepintas lewat saja.

F. Penilaian

Sampul : 3

Plot : 2

Penokohan : 2

Dialog : 2,5

Gaya Bahasa : 2,5

Total : 3 Bintang

G. Penutup

Jujur, begitu selesai membaca Sky Academy aku tidak merasakan emosi apa pun. Bahkan tidak ada hasrat untuk menjulid. Novel ini kayak masuk mata kiri, keluar mata kanan doang. Tidak ada rasa penasaran sama sekali dalam diriku, padahal novel ini kemungkinan besar ada buku ketiga, sebab tidak ada yang terjawab dari novel ini.

Kalau tadinya aku mengatakan TIDAK PERNAH membaca Light Novel, mungkin sekarang aku sudah membacanya meskipun tanpa sadar. Sky Academy rasanya terlalu ringan untuk dibuat sebuah lore yang konkret. Mustahil akan ada pembaca yang begitu getol menekuni Little Magacal Piya dan Sky Academy seperti para Potter Head mengidolakan serial Harpot.

Novel ini tidak memiliki apa pun untuk digali, tidak ada celah untuk dibicarakan, tidak bisa membuat pembaca berspekulasi, atau bahkan membuat teori, sebab memang sesemu itu. Sungguh sangat mengecewakan. Well ... tidak mengecewakan sebenanrnya sebab aku juga tidak pernah mengharapkan apa pun, h3h3 ....

Kecuali kalau Om Soman Chainani atau malah Pacc Fredrick Backman bikin novel beginian, baru deh aku super-duper-ultra-mega-maha kecewa.

Nah, segitu dulu review kali ini, yang kalau dilihat-lihat tidak terasa seperti review, sebab tidak ada yang bisa diambil (digampar). Kita bertemu lagi di kesempatan berikutnya.

Sampai jumpa lagi ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Ily

Laut Bercerita

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Peter Pan

Mbah Rick Riordan Melanggar Semua Pakem dalam menulis POV1 (dan Tetap Bagus)